AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

28 December 2008

Di Wamena, Perayaan Natal Berlangsung Aman

WAMENA-Umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Kabupaten Jayawijaya, Kamis (25/12) merayakan hari kelahiran Isa Almasihm, pembawa damai bagi umat manusia. Khusus di Kabupaten Jayawijaya berlangsung aman, tertib dan lancar. Ibadah Natal di sejumlah gereja di Wamena mendapat pengawalan ketat dari aparat TNI/Polri guna mengantisipasi timbulnya gangguan keamanan yang swaktu-waktu bisa saja terjadi.
Dari data yang berhasil dihimpun Cenderawasih Pos di lapangan, sejumlah anggota TNI/Polri ditempatkan dibeberapa gereja untuk melakukan pengamanan. Seperti perayaan tahun-tahun sebelumnya, perayaan Natal kali ini masih diwarnai dengan suasana kekeluargaan dan keakraban, dimana warga yang beragama lain mengunjungi warga Kristiani yang merayakan Natal.
Kehidupan kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Jayawijaya benar-benar terlaksana dengan baik. Bahkan pada acara open house yang dilakukan Bupati/Wakil Bupati Jayawijaya Jhon Wempi Wetipo/Jhon Richard Banua yang dipusatkan di Gedung Sosial GKI Betlehem Wamena berlangsung aman dan tertib. Juga hadir mantan Penjabat Bupati Washinton Turnip, SH, MM, Sekda Drs Thomas Ameng, Asisten 2 Benyamin Arisoy, SE, M.Si dan Muspida Jayawijaya.
Ribuan warga terus berdatangan untuk berjabat tangan menyampaikan ucapan selamat Natal 2008 dan Tahun baru 2009 kepada Bupati/Wakil Bupati Jayawijaya yang baru dilantik dua hari lalu itu.
"Meski lelah, namun hal itu membuat saya bahagia karena bisa merayakan Natal 2008 dan menyambut Tahun baru 2009 bersama warga,"kata Bupati Wempi yang diiyakan Wakil Bupati Jhon Banua kepada Cenderawasih Pos di sela-sela istirahat open house.
Menurutnya, pelaksanaan Natal 2008 bersama warga dan menyambut Tahun Baru 2009, merupakan hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya, pasalnya di penghujung 2008 ia mendapatkan dua buah berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa yaitu pelantikan atas dirinya bersama pasangannya oleh gubernur Papua Barnabas Suebu untuk memimpin Jayawijaya 5 tahun ke depan dan merayakan Natal bersama warga.
Sementara itu Kapolres Jayawijaya AKBP Drs Abd Azis, Dj, SH mengatakan, tidak ada gangguan keamanan pada perayaan Natal. "Umat Kristiani yang melaksanakan ibadah Natal di sejumlah gereja berjalan lancar,"katanya. Hal yang sama juga akan dilakukan ketika warga akan menyambut Tahun Baru 2009 dimana tingkat pengamanan akan ditingkatkan dengan menggelar patroli selama 24 jam penuh di sejumlah gereja, tempat hiburan dan tempat keramaian lainnya.(jk)

Asrama Mahasiswa Papua Yogyakarta Diserang Orang Tak Dikenal

KP-AMP Report-JogjaWPNews - Asrama Mahasiswa Papua Yogyakarta, hari Sabtu subuh (01.30 - 03.00 wib) diserang oleh sekelompok orang tak dikenal dengan menggunakan senjata tajam dan bom molotov.
Kronologi peristiwa itu akan kami sebarkan kepada para wartawan, jaringan LSM, dan sejumlah kawan lain, siang hari ini.
Dalam peristiwa tersebut, Kapolda D.I.Y, Kapoltabes Yogyakarta, Tripika Umbulharjo (Camat, Danramil, Kapolsek) dan sejumlah perangkat lain hadir dalam proses negosiasi yang dilakukan oleh Kapolda dengan mahasiswa Papua, karena pasca pemboman yang dilakukan oleh kelompok tak dikenal itu, sejumlah 100 orang mahasiswa Papua yang menghuni Asrama Papua Yogya, turun ke badan jalan utama dan memblokir Jl. Utama Kusumanegara. Pemblokiran dilakukan oleh kawan-kawan mahasiswa Papua sejak jam 03.00- 07.30 wib (pagi).
Pertemuan antara Kapolda D.I.Y, Kapoltabes Yogya dan Muspika Umbulharjo dengan mahasiswa Papua tersebut berlangsung dibadan jalan utama Kusumanega dan dikawal secara ketat oleh 2 Satuan Setingkat Kompi (SSK) Brimob dengan menggunakan senjata jenis SS1, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) yang juga menggunakan senjata jenis SS1 dan Pasukan Gegana yang melakukan operasi penyisiran diseputar Asrama Mahasiswa Papua.
Dalam pertemuan sempat terjadi ketegangan kecil antara mahasiswa dan Kapolda D.I.Y karena kedatangan sejumlah pasukan untuk mengamankan pertemuan itu, setelah terjadi tawar menawar akhirnya Kapolda memerintahkan anak buahnya meninggalkan asrama mahasiswa Papua dan kembali ke pos masing-masing.
Demikian informasi, sampai berita ini kami sebarkan, belum ada dugaan pasti yang dapat kami temukan dalam kasus ini, tetapi ada tiga skenario yang dapat dianalisis dan juga dilacak kebenarannya. Lain-lain menyusul.
-------------------------
WPNews: Sunday, 23 Nov, 2003, 8:33pm
Kronologis Penyerangan Asrama Mahasiswa Papua Yogyakarta
KP-AMP Report
JOGJA, WPNews - Kronologis Penyerangan Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta, Tgl. 22 November 2003, Berikut Laporan yang di terima WPNews:
=====
Pukul 01.30 Wib (Pagi Hari):
Dominggus Kambu, salah seorang penghuni asrama mengambil uang di ATM BNI Cabang Kusumanegara. Sekembalinya Diminggus dari ATM, tiba-tiba dia dihadang oleh dua orang tak dikenal yang waktu itu mengendarai kendaraan bermotor. Dominggus secara mendadak diserang oleh dua orang penyerang ini, tapi dia sempat menghindar dan bertahan didepan Asrama Mahasiswa Papua. Setelah melakukan penyerangan terhadap Dominggus, dua orang tak dikenal ini melarikan diri dengan memakai motor.

Pukul 02.00 Wib (Pagi Hari)
Dua orang penyerang ini kembali lagi ke Asrama Papua dengan membawa senjata tajam (samurai) dan kemudian melakukan penyerangan terhadap Obeth Nau. Obeth Nau (salah satu penghuni Asrama Papua) berhasil lolos dari serangan ini, karena samurai itu tertahan dipagar asrama Papua, maka kemudian diambil oleh kawan-kawan mahasiswa Papua dan sekarang masih berada di tangan ketua Asrama Mahasiswa Papua, Yogyakarta. Setelah melakukan penyerangan ini, dua orang penyerang tadi kemudian melarikan diri lagi meninggalkan Asrama Papua, yang sudah mulai tegang dan ramai oleh situasi ini.

Pukul 02.30 Wib (Pagi Hari)
Dua penyerang tadi kembali lagi dengan membawa tiga buah bom Molotov yang akan dipakai untuk menyerang Asrama Mahasiswa Papua. Setelah tiba dua orang penyerang ini kemudian melemparkan salah satu bom mo;otov itu ke pintu gerbang asrama Papua. Saat ini jumlah kawan-kawan penghuni Asrama Papua sudah semakin banyak bergerombol didepan asrama dan hal ini menyebabkan dua penyerang ini tidak jadi melakukan penyerangan lebih brutal dengan menggunakan sisa bom Molotov yang mereka bawah.

Pukul 03.00 – 08.00 Wib
Semua penghuni Asrama Papua keluar dari Asrama Papua dan kemudian melakukan pemblokiran Jl. Utama Kusumanegara yang tepat berada didepan Asrama Papua, Yogyakarta. Pemblokiran jalan utama ini dilakukan sebagai protes terhadap tindakan-tindakan terror yang sejak beberapa waktu lalu telah dilakukan terhadap para penghuni asrama dan juga terhadap warga dan mahasiswa Papua di Yogyakarta. Selain itu pemblokiran jalan ini secara langsung dilakukan sebagai protes terhadap cara-cara biadab sekelompok orang dalam membenarkan tindakan mereka terhadap orang Papua yang berdomidisili di Yogyakarta, ini merupakan tindakan bejat dan biadab dari orang-orang tidak bertanggung jawab yang sejak awal diduga memiliki kaitan dengan Intiligen TNI / Polri, khususnya Badan Intiligen Negara (BIN) yang telah bekerja untuk menghambat gerakan prodemokrasi Papua secara umum di Indonesia dan lebih khusus di Yogyakarta yang saat ini sedang gencar melakukan protes terhadap kebijakan Negara Indonesia dengan percepatan pembentukan Propinsi Irian Jaya Barat, Timur dan Tengah. Juga sebagai bentuk dari upaya terror psikologis terhadap mahasiswa dan pemuda Papua di Jawa dan Bali berkaitan dengan momentum Peringatan HUT Kemerdekaan Papua, 1 Desember 2003 dan juga momentum Pemilu 2004.

Situasi Pemblokiran Jalan Utama:
Dilakukan sejak pukul 03.00 – 08.00 Wib. Karena situasi ini, Kapolda D.I.Y dan Kapoltabes Yogyakarta langsung turun ke Asrama Papua dan melakukan negosiasi karena protes yang dilakukan dengan cara pemblokiran jalan utama tersebut telah berdampak pada mobilisasi kendaraan umum yang macet total.
Kedatangan Kapolda D.I.Y dan Kapoltabes Yogyakarta diikuti oleh 2 Satuan Setingkat Kompi (SSK) Brimob, Pasukan Anti Hura-Hara dan Satuan Gegana yang langsung melakukan penyisiran diseputar Asrama Mahasiswa Papua. Kapolda dan Kapoltabes Yogyakarta juga ditemani oleh Muspika Umbulharjo (Camat, Danramil dan Kapolsek).
Terjadi sedikit ketegangan antara Mahasiswa Papua dan Kapolda D.I.Y berserta rombongan karena kedatangan Kapolda D.I.Y dengan sejumlah pasukan yang menggunakan senjata lengkap telah menyebabkan reaksi dari Mahasiswa Papua yang melakukan pemblokiran jalan tersebut. Kapolda D.I.Y diminta untuk mengembalikan pasukannya ke Mapolda dan membiarkan Satuan Gegana melakukan tugasnya dengan melakukan penyisiran diseputar asrama Papua. Tawaran ini diterima oleh Kapolda D.I.Y yang kemudian memerintahkan anak buahnya untu kembali ke Mapolda. Proses dialog selanjutnya dilakukan di badan Jl. Utama Kusumanegara sampai selesai sekitar jam 08.00 Wib. Massa mahasiswa Papua (para penghuni Asrama) kemudian membubarkan diri dan kembali kedalam asrama Papua.

Situasi Umum Sebelum dan Setelah Penyerangan:
Sejak pukul 24.00 Wib, disekeliling Asrama Papua di Jl. Kusumanegara 119, Yogyakarta, telah diduduki oleh sejumlah orang tak dikenal. Mereka mengendarai sepeda motor dan juga dengan menggunakan mobil pribadi. Ada sekitar 70 orang yang telah berjaga-jaga disekitar asrama tersebut dan menyuruh dua orang kawan mereka untuk melakukan provokasi di Asrama Papua. Provokasi sudah dilakukan dengan melalui kronoligis berita yang telah kami gambarkan, tetapi provokasi ini tidak ditanggapi oleh mahasiswa Papua yang tinggal disitu, pada akhirnya situasi chaos yang diharapkan oleh para pembuat onar ini tidak terjadi, sampai terjadinya negosiasi antara Kapolda D.I.Y dan para mahasiswa Papua.
Sampai dengan kronoli kejadian ini kami buat, para mahasiswa Papua masih berada dalam situasi tegang karena kejadian tgl. 22 November 2003 tersebut dikhawatirkan akan kembali terjadi dengan skala atau target chaos yang lebih besar. Oleh karena tindakan-tindakan barbarian dari sekelompok orang yang ingin menciptakan situasi chaos ini, telah berdampak pada sikap curiga dan dikap waspada yang berlebihan yang bisa menjadi pemicu bagi terciptanya konflik yang lebih luas dengan melibatkan semua orang Papua di Yogyakarta dan sekitarnya.
--o0o0o0o--
Demikian Kronologi Penyerangan Asrama Papua D.I.Y kami berikan. Dibuat dan disebarluaskan oleh Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua.

12 December 2008

Tom Beanal: Apakah Papua Tidak Boleh Merdeka? "Thaha Nilai Aspirasi AMAK Patut Dihargai" (Sedang Terjadi Ketegangan Sosial Bagi Orang Papua)

JAYAPURA-Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Tom Beanal, merasa kaget dengan adanya aspirasi mahasiswa yang meminta dirinya ditangkap dan diproses hukum. "Itu Mahasiswa siapa, dan apakah Papua tidak boleh merdeka?,"tanya Tom Beanal kepada Cenderawasih Pos menanggapi aspirasi mahasiswa tersebut.
Seperti diketahui, pada aksi demo sebelumnya, salah satu aspirasi yang disuarakan Aliansi Mahasiswa Anti Kekerasan ( AMAK) Papua adalah meminta agar Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Tom Beanal, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut dan Sekjend PDP, Thaha Alhamid diproses.
Alasannya, karena ketiga tokoh ini sebagai pihak yang paling tepat bertanggung jawab atas sekian banyak aksi perjuangan masyarakat Papua hingga menjerumuskan kaum aktivis muda, termasuk Buchtar Tabuni ke proses hokum.
Tom Beanal yang dihubungi semalam menjawab singkat, namun balik mempertanyakan status pihak yang meminta agar 3 tokoh di atas diproses.
Menurutnya, perjuangan Papua berdasar pada konstitusi Republik Indonesia yang mengatakan penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan keadilan, sehingga perjuangan untuk merdeka akan terus dikumandangkan hingga cita-cita ini terwujud. Ia tidak sepakat jika akhirnya perjuangan itu terhenti karena perdebaan pendapat dari orang Papua sendiri. Untuk itu, Tom Beanal meminta agar mahasiswa ini bercermin soal perjuangan yang sedang berjalan apakah akan tetap dijajah dan tertindas. "Tugas mereka adalah belajar untuk membebaskan penindasan ini dan jangan sebut diri mahasiswa jika tidak bertanggung jawab dengan apa yang diperbuat," kata Tom sedikit keras.
Mantan Ketua Tim Seratus ini juga menjabarkan soal status ras orang Papua yang menurutnya orang Papua berasal dari ras negroit dan bukan ras melayu, karenanya tidak ada alasan bangsa Indonesia menganggap Papua bagian dri NKRI.
Mengenai proses hukum yang diinginkan, Tom Beanal balik bertanya mengapa saat dirinya meminta merdeka di Istana Negara kenapa tidak langsung ditangkap.
"Saya akan bertanggung jawab terhadap perjuangan yang sedang dilakukan. Cuma saya tidak tahu siapa di balik ini semua," jawab Tom ketika ditanya soal situasi kontra ini.
Tom menggaris bahwahi jika ada pihak yang ingin menghukum atau memprosesnya adalah orang yang tidak paham akan konstitusi itu sendiri.
Sementara Thaha Alhamid yang dihubungi menjawab datar. Ia melihat pandangan dari mahasiswa (anak muda) ini patut dihargai, karena sama artinya mahasiswa mengikuti perkembangan politik yang sedang terjadi. Hanya saja disayangkan jika aspirasi tersebut akhirnya ditunggangi.
Terlepas dari itu, Thaha melihat ada tren kurang positif menyangkut gerakan sosial yang sedang terjadi di Papua, dimana analisa pria berdarah Fakfak ini sedang terjadi ketegangan sosial dalam perjuangan orang Papua yang tidak lain sesama masyarakat Papua sendiri.
Thaha juga menjelaskan soal pengalaman dimasa lalu, dimana setiap pendelegasian membahas soal Papua di dunia Internasional sejak 2001-2003 Jakarta selalu mengirim delegasi Indonesia yang terdiri dari orang Papua."Biasanya Maikel Manufandu atau Manuel Kaisepo. Disana masalah Papua dibicarakan orang Papua yang mewakili Papua dan orang Papua yang mewakili Jakarta, sehingga Papua dengan Papua saling menggigit," pikirnya.
Lalu menyoal kondisi terakhir menyangkut penangkapan Buchtar Tabuni yang disusul demo meminta membebaskan aktivis tersebut, saat itu dikatakan kapolda tidak datang dan diwakili oleh Direskrim, Kombes Paulus Waterpauw dan AKBP Petrus Wayne.
Tak lama kemudian muncul pihak yang mengatasnamakan kerukunan Jayawijaya yang mendukung proses hukum Buchtar, begitu juga ketika dilakukan deklarasi 1 Desember akhirnya ditanggapi oleh orang Papua lagi yakni Ramses Ohee. Kesimpulannya adalah pemasalahan yang menyeret orang Papua selalu dicounter balik oleh orang Papua sendiri, sehingga timbullah ketegangan yang dialami orang Papua sendiri.
"Dalam pergerakan sosial orang Papua ini kedepannya orang Papua akan berhadapan dengan orang Papua sendiri dengan motif apa saja, termasuk birokrat," papar Thaha.
Disinggung mengenai satu pernyataan bersifat kontra pada demo 10 Desember lalu yang justru meminta agar ketiga tokoh, termasuk dirinya untuk diproses hukum, Thaha menjelaskan bahwa ia sendiri tidak mengetahui persis apakah dilakukan dengan kesadaran murni atau ada yang mendesain.
"Bagi saya pribadi ini bukan yang pertama dan sudah biasa. Namun perlu diingat masalah Papua tidak bisa diselesaikan degan pendekatan militeristik dan hukum saja. Tangkap tahan dan adili tidak akan menyelesaikan masalah," tegasnya.
Hanya menurutnya yang perlu dicermati adalah saat ini atau kedepan akan terjadi Papua akan berhadapan dengan Papua entah direkayasa atau tidak dan sadar atau tidak ini merupakan jebakan sosial yang besar, dimana orang Papua dalam kesadaran tertentu akan saling berhadapan.
Berangkat dari kondisi ini ditambahkan akan muncul pihak yang mengaku sebagai pejuang ataupun penghianat hanya tergantung penguasa. Thaha juga menekankan bahwa masalah Papua adalah masalah politik, pelanggaran HAM dan hak-hak dasar jadi tidak sepantasnya diselesaikan melalui pendekatan hukum maupun militer."Selama ini orang Papua berteriak untuk membuka dialog, jadi jangan membungkamkan proses demokrasi hanya dengan dalih makar atau alasan lain," singgungnya.
Ketika disinggung apakah dari perjuangan yang dilakukan selama ini akan menyeretnya pada proses hukum, dengan nada tawa Thaha menjelaskan bahwa Devide et Impera tidak hanya terjadi pada pemerintah, elite tapi juga pergerakan yang ada jadi soal ditangkap dan masuk penjara saat ini bukan sesuatu yang luar biasa."Penjara dan kursi kekuasaan perbedaannya sangat tipis dan saya sama sekali tidak mempermasalahkan sekalipun akan muncul proses tersebut," tutupnya.
Sementara dari pernyataan yang meminta 3 tokoh kemerdekaan Papua untuk diproses hukum ditanggapi seorang praktisi hukum, Paskalis Letsoin.
Menurut Paskalis pernyataan untuk meminta seseorang diproses melalui prosedur hukum adalah keinginan yang wajar dan bisa disampaikan oleh siapa saja. Hanya yang perlu diingat aparat kepolisian juga tidak bisa serta merta melakukan proses hukum terhadap seseorang karena sebelumnya harus melalui beberapa tahapan. Dikatakan, seseorang yang menyampaikan ide atau gagasan untuk merdeka bukan bentuk perlawanan terhadap negara selama masih berupa ide. Tetapi yang perlu dicermati adalah melihat akar permasalahan mengapa ide tersebut muncul.Nah di Papua sendiri, Paskalis yang juga sebagai Direktur LBH Papua ini melihat itu muncul karena ada ketidak adilan atau ketidakpuasan karena telah terjadi bentuk pelanggaran-pelanggaran termasuk pelanggaran HAM.
"Boleh saja ide tersebut muncul di era sekarang karena dilindungi oleh undang-undang," katanya.Akan tetapi lanjut pria berkulit gelap ini jika persoalan tersebut telah masuk ke ranah politik maka sebaiknya diselesaikan dengan jalan politik pula dan bukan melalui jalur hukum karena tetap akan tumbuh."Caranya adalah mencari pintu utama salah satunya dengan dialog," saran Paskalis.Menyangkut aksi demo oleh AMAK yang satu point diantaranya meminta agar Buchtar Tabuni dibebaskan, Paskalis menyimpulkan dua hal yakni bisa karena murni panggilan moral untuk meluruskan persoalan yang ada namun bisa juga ada pihak yang memilki kepentingan didalamnya."Saya tidak ingin menebak ada apa dibalik ini semua tetapi dua analisa bisa menjadi masukan," pungkas Paskalis.(ade)

Tangkap Tom Beanal, Forkorus dan Thaha: "Forkorus: Mereka Keliru Besar"

JAYAPURA- Hari Pelanggaran HAM se-dunia yang jatuh pada 12 Desember kemarin diperingati dengan menggelar aksi demo di depan Kantor Pos Abepura dan pameran foto-foto di Makam Theys di Sentani.
Menariknya, dalam aksi demo di Abpura yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Anti Kekerasan (AMAK) Papua, meminta tiga tokoh Papua ditangkap untuk diproses hukum. Ketiga nama yang disebut-sebut adalah, Ketua Presidium Dewan papua (PDP), Tom Beanal, Forkorus Yaboisembut selaku Ketua Dewan Adat Papua dan Thaha Al Hamid selaku Sekjend Presidium Dewan Papua (PDP) karena dianggap sebagai aktor yang harus bertanggung jawab atas semua perjuangan kaum muda yang dilakukan oleh masyarakat adat Papua selama ini hingga harus menjalani proses hukum.
Dengan membawa bendera hitam , dua buah peti yang dibalut kain hitam juga poster Alm Theys Hiyo Eluay dan Arnold Ap, massa yang berjumlah sekitar 30 orang ini datang sekitar pukul 11.00 WIT dan langsung menggelar orasi.
Juru bicara AMAK, Zakarias Horota mengungkapkan, ketiga orang di atas adalah pemimpin rakyat, termasuk masyarakat adat. "Jika ada satu masyarakat adat yang dibantai atau dibunuh, mereka harus bertanggung jawab, karena mereka pemimpin lembaga representasi cultural orang asli Papua dalam bentuk lembaga adat," ungkap Zakarias yang wajahnya penuh dilumuri cat hitam ini.
Lebih khusus alasan soal mengapa Forkorus Cs harus ditangkap karena menurutnya menyangkut persoalan politik yang sedang dimainkan oleh lembaga tadi dan merekalah yang dianggap paling tepat untuk bertanggung jawab dan bukan pemuda maupun mahasiswa seperti Buchtar Tabuni, Jack Wanggai maupun beberapa rekan lainnya.
Dalam orasi ini juga disampaikan soal kondisi Papua yang semakin mencekam akibat situasi politik maupun pergeseran pasukan TNI hingga terkesan di Papua sedang terjadi konflik yang harus ditangani oleh TNI.
"Kami menyayangkan pergeseran pasukan TNI, jangan melakukan pendekatan militer tetapi bagaimana melakukan pendekatan yang lebih bermartabat agar semua persoalan HAM bisa diselesaikan baik-baik," pintanya.Mereka juga meminta pemerintah segera menyelesaikan seluruh bentuk pelanggaran HAM di Papua sejak Papua diintegrasikan ke NKRI para 1 Mei 1963 karena menurut Zakarias hingga 2008 masih saja terjadi pelanggaran HAM yang belum ada tindakan konskrit untuk menekan bahkan meniadakan bentuk kekerasan tersebut.
"Hingga saat ini tidak ada rumusan dari pemerintah untuk memberikan perhatian terkati banyaknya pelanggaran HAM, satu contoh yang terakhir adalah tertembaknya Opinus Tabuni," papar Zakarias membeberkan.Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua diakui berawal dari latar belakang status politik Papua Barat saat itu dalam hal ini perebutan wilayah oleh Belanda ke Papua Barat yang sangat sulit untuk diselesaikan karena integrasi Papua melalui perundingan termasuk New York Agreemen maupun perjanjian Roma pada September 1962 tidak melibatkan bangsa Papua Barat.Solusi yang tepat untuk keluar dari berbagai pelanggaran HAM saat ini adalah pemerintah termasuk MRP dan DPRP duduk bersama dengan masyarakat adat, mahasiswa maupun perempuan mencari solusi yang tepat."Salah satunya dengan referendum," katanya.
Disinggung soal bendera hitam dan dua buah peti, Zakarias menyampaikan bahwa bendera hitam menandakan bahwa hingga sekarang bentuk pelanggaran HAM masih terjadi sedangkan dua buah peti diperuntukkan mengenang pejuang muda Arnold Ap yang juga satu korban pelanggaran HAM sedangkan 1 peti lagi untuk mengenang perjuangan Alm Theys Eluay dimana saat itu sedang muncul reformasi memberikan ruang untuk masyarakat Papua namun akhirnya dikotori oleh kepentingan sepihak."Ini melambangkan matinya demokrasi di Indonesia pada saat reformasi dan tidak ada ruang untuk masyarakat menyampaikan apa yang sebenarnya diinginkan," tambahnya.
Di tengah orasi Koordinator Lapangan Neles Rumadas membacakan pernyataan sikap yang berisi soal kebebasan memilih pada tahun 1969 tidak sah, hak rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri masih ada dan berlaku karena hak tersebut belum pernah digunakan, rakyat Papua Barat memiliki kesempatan untuk menggunakan satu orang satu suara dalam sebuah referendum, bebaskan Buchtar Tabuni serta Papua belum bisa disebuat zona damai, karena maraknya imigran dan penambahan pasukan militer.
Diakhir orasi massa berniat membakar dua peti mati tadi sebagai wujud matinya kebebasan demokrasi, hanya niat tersebut urung dilakukan karena dilarang oleh polisi. Setelah mengheningkan cipta, sekitar pukul 12.00 WIT massa akhirnya membubarkan diri secara teratur.
Forkorus: Mereka Keliru Besar
Sementara itu Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut, S.Pd ketika dihubungi semalam mengatakan, boleh-boleh saja menyampaikan pendapat mereka tetapi harusnya sebagai mahasiswa mereka berfikir rasional dan jangan asal bunyi, sebab apa yang dilakukannya itu dapat dipertanggung jawabkan baik secara iman, norma adat, etika moral, demokrasi dan HAM.
Karena hukum positif itu tidak bisa dijadikan sebagai pegangan apalagi mengata dkk menyatakan diri sebagai bangsa Papua, karena hal itu sudah dilihat dari standarisasi falsafah berfikir, sehingga Forkorus tidak bisa menjadikan hukum positif sebagai acuan karena menurutnya hukum positif sangat sarat dengan kepentingan otoritas.
Dan ini merupakan soal hak asasi manusia bukan soal tangkap menangkap, karena itu sudah tertera pada piagam PBB Pasal 15 ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk menyatakan diri sebagai suatu bangsa dan siapapun tidak mempunyai hak untuk menolaknya, sehingga para oknum mahasiswa tersebut harus bisa menjelaskan secara ilmiah mengapa sampai berniat untuk dirinya dan beberapa tokoh bangsa Papua harus ditangkap. Sebut Kata Forkorus, sekarang bukan waktunya lagi untuk main tangkap, karena jaman sudah berubah ke arah reformasi.
Forkorus menjelaskan bahwa orang kampung walaupun tidak sekolah, tapi mereka tahu siapa diri mereka, namun jika mahasiswa yang sampai berbicara seperti begitu membuat Forkorus sangat heran apa yang dia pelajari selama ini. "Orang Kampung saja bisa tahu siapa dirinya, saya heran apa yang mereka belajar selama ini?," ujar Forkorus.
Selain itu Forkorus mengatakan bahwa dirinya bersama beberapa pemimpin bangsa Papua lainnya adalah pemimpin yang dipilih rakyat lewat mekanisme internal demokrasi rakyat Papua atau MAP yang disepakati bersama, melalui pergumulan bersama selama ini. Forkorus menegaskan pula bahwa dirinya bersama rekan-rekannya tidak pernah menghasut siapapun, tetapi sebagai pemimpin memberikan penjelasan dan membenarkan apa yang benardan apa yang salah secara rasional dan ilmiah walaupun relatif sifatnya, karena yang absolut hanya ada pada Tuhan Sang Pencipta.
Namun satu hal yang membuat Forkorus heran adalah bahwa Juru bicara MPAKI Zakarias Horota dkk beberapa waktu lalu sering bertandang ke kediamannya untuk memberikan pikiran-pikiran terkait nasib bangsa Papua, namun kini pernyataannya kontra dengan apa yang selalu disampaikannya. Forkorus berharap mudah-mudahan Zakarias dkk tidak diadudomba oleh oknum-oknum tertentu.
Pada peringatan hari pelanggaran HAM se-dunia yang berlangsung Rabu (10/12) kemarin terlihat konsentrasi masa di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia (memori park Papua freedom and human rights abuses) Sentani.
Namun pada acara tersebut hanya dibuat sebuah stan darurat yang terbuat dari potongan-potongan bambu beratap tenda berukuran sekitar 7x2 meter. Dimana pada stan tersebut terpampang sejumlah foto-foto pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua sejak 1995 hingga 2001 dan juga potongan-potongan pemberitaan media cetak yang menjurus ke bentuk pelanggaran HAM baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari data kekerasan kemanusiaan di 5 Kabupaten di Papua yang berhasil dihimpun Cenderawasih Pos pada pameran foto pelanggaran HAM itu tercatat motif kekerasan yang disebabakan oleh politik sebanyak 39%, Ekonomi 30%, dan sosial budaya 21%.
Sementara untuk pelaku kekerasan, TNI 27%, Polisi 31%, kelompok sipil 15%, perusahaan 14%, lain-lain 7%. Untuk korban kekerasan kelompok sipil 84%, pemerintah sipil 1%, perusahaan 4%, TNI 2% serta Polri 9%. Sementara data kekerasan dari 5 Kabupaten tercatat Manokwari 17 kasus, Merauke 31 kasus, Jayawijaya 13 kasus, Kota/Kabupaten Jayapura 18 kasus, serta Biak Numfor 8 kasus. (ade/jim)

Sem Tabuni Bantah Tudingan Mencari Popularitas

JAYAPURA-Kedatangan Tokoh masyarakat dan kepala suku asal Pegunungan Tengah, bersama Ketua Himpunan Mahasiswa Jayawijaya (HMPJ) Sem Tabuni ke Polda Papua menemui Direskrim Polda Papua Komisaris Besar Drs Paulus Waterpauw, Jumat (5/12
yang dinilai hanya mencari pupularitas dan mencarai makan oleh Wakil Ketua HMPJ Vestus Tabuni, secara tegas dibantah Sem Tabuni. Ia menyatakan tudingan itu tidak benar.
"Jadi kita sebagai status mahasiswa perlu selesaikan atau ciptakan sumber daya manusia (SDM) lalu kita buat aktifitas lainnya. Kalau merdeka itu, kapan saja bisa karena kita hidup di negara hokum. Jadi biar bagaimanapun akan diproses dengan hukum," kata Sem Tabuni saat datang ke redaksi Cenderawasih Pos semalam.
Lanjut, Sem Tabuni, "lihat saja teman-teman kita dari daerah lain, SDM mereka secara kualitatif dan kuantitatif lebih unggul dari kita, bahkan mereka selalu berfikir untuk kuliah dan kesejahterakan bagi keluarga serta daerahnya,"katanya.
Sem harapkan teman-teman harus memahami tentang proses Buchtar Tabuni, biarlah hukumlah yang membuktikan, karena bila dipaksakan terus bisa menyebabkan konflik antara mahasiswa dan aparat keamanan dalam hal ini, aparat kepolisian.
"Kalau kita paksakan banyak masuk tahanan, jadi sebelum terjadi berpikir secara baik" Harapnya.
Selain itu, Sem Tabuni menyatakan Vestus Tabuni yang mengatas namakan ketua HMPJ itu, tidak benar karena, Justus hanya wakil ketua HMPJ. Karena saat kongres pemilihan kepengurusan menggelar melalui kongres di GOR Cenderawasih sejak Februari 2007 lalu, dan massa jabatan selama 2 tahun.
Maka pemilihan itu, sudah ada AD/ART berakhir hingga 2009 mendatang, jadi sebelum selesai jabatan jangan mengakuh bawah ketua HMPJ." Kalau ingin mau jadi ketua tungguh saja bulan Februari tahun 2008 mendatang untuk mencalonkan supaya saat pemilihan dipilih," katanya dengan tegas.
Karena saat pelantikan Kepengurusan yang sedang jalan ini, disaksikan langsung Wakapolda Papua Alhmarum Brigjend Drs Andi Lolo SH MM, Dansat Brimob. Kapolresta Jayapura, Ketua KNPI Kota Jayapura, Ketua Rukum Keluarga Jayawijaya, kepala suku, seluruh masyarakat dan mahasiswa yanag ada di Kota Jayapura dan sekitarnya. (cr-153).

Penutupan Tambang (Mine Closure) dan Tanggung Gugat Korporasi


Penutupan tambang adalah suatu keadaan di mana dilakukan penghentian operasi pertambangan untuk jangka waktu yang lama. Penyebab dari penghentian operasi ini sangat bervariasi, seperti akibat habisnya cadangan bijih/material berharga yang akan ditambang, perubahan-perubahan kondisi pasar yang menyebabkan operasi menjadi tidak ekonomis/menguntungkan, dan juga timbulnya dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan. Habisnya masa kontrak karya juga menjadi salah satu penyebab dilakukannya penghentian operasi pertambangan. Di Indonesia, pada umumnya, penutupan tambang diakibatkan oleh habisnya cadangan bijih berharga di daerah konsesi pertambangan.
Selama ini, banyak pihak di Indonesia yang tidak peduli terhadap proses penutupan tambang. Selain tidak diatur dalam peraturan yang spesifik, penutupan tambang seringkali disimplifikasi hanya sebatas pada upaya-upaya reklamasi atau penanaman pohon/penghijauan. Padahal kerusakan lingkungan hidup dan pencemaran yang ditimbulkan oleh operasi pertambangan merupakan kerusakan yang bersifat tidak dapat berbalik (irreversible damages). Sekali suatu daerah dibuka untuk operasi pertambangan, maka daerah tersebut akan menjadi rusak selamanya. Biaya pemulihan (clean up) dari pencemaran yang ditimbulkan pun sangat besar.
Proses penutupan tambang sebenarnya meliputi berbagai aspek yang sangat luas dan kompleks, meliputi tidak hanya aspek lingkungan hidup, tapi juga aspek sosial, ekonomi lokal, tenaga kerja, budaya, dan lain-lain. Bukan rahasia lagi, di banyak tempat di seluruh dunia dan juga di Indonesia terjadi fenomena boom-and-bust, di mana ketika muncul operasi pertambangan di suatu kawasan maka kawasan tersebut mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi yang sangat tajam sementara ketika perusahaan tambang pergi terjadi pula penurunan kondisi ekonomi setempat yang sangat tajam pula. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di dalam operasi pertambangan adalah suatu keniscayaan, karena tidak ada operasi pertambangan yang dapat beroperasi selamanya. Hal ini belum termasuk rusak dan hancurnya kondisi lingkungan hidup setempat.
Berbagai korporasi pertambangan, terutama korporasi multinasional, seringkali menerapkan standar ganda di dalam operasinya, termasuk dalam hal-hal yang menyangkut masalah lingkungan hidup. Lemahnya monitoring dan tersubordinasinya institusi pengawas lingkungan oleh instansi teknis/sektoral lebih lanjut melanggengkan terjadinya impunity di dalam pelanggaran-pelanggaran hukum lingkungan.
Menurut WALHI, perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia harus bertanggung jawab atas segala dampak dari operasinya (liable dan accountable). Di dalam prinsip liability (tanggung gugat) terkandung pula prinsip precautionary action dan prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).
Prinsip precautionary action atau dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai prinsip pencegahan dini, yaitu suatu prinsip yang mengutamakan tindakan pencegahan pencemaran atas suatu kegiatan yang telah diketahui akan membawa dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan hidup. Prinsip ini didasari atas suatu fakta bahwa ilmu pengetahuan memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga suatu tindakan pencegahan harus dilakukan sebelum jatuhnya korban.
Sementara itu, prinsip pencemar membayar didasari atas prinsip bahwa setiap pelaku pencemaran harus tetap dapat dituntut tanggung-gugatnya (to be held accountable) tanpa mempertimbangkan apakah pihak pencemar telah mematuhi peraturan atau pun mempunyai reputasi baik dalam pengelolaan lingkungan hidup. Karena tindak pencemaran, berdasarkan UU No.23/1997, merupakan suatu tindak kejahatan lingkungan, maka hal ini juga mengandung makna adanya tanggung-gugat dari penangggung jawab kegiatan (top management) untuk dapat dituntut secara pidana atas tindak pelanggaran kejahatan lingkungan tersebut.
Saat ini, tidak ada aturan di Indonesia yang mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan proses penutupan tambang secara benar dan bertanggung jawab, yang mana pelanggaran atasnya dapat mengakibatkan timbulnya konsekuensi hukum. Kontrak Karya Pertambangan hanya mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan reklamasi yang seringkali diterjemahkan oleh pelaku industri ini sebagai penghijauan/penanaman pohon semata. Oleh karena itu, WALHI menyerukan bagi adanya suatu kebijakan pertambangan yang komprehensif yang dapat menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: Pius Ginting. Officer Publikasi Eksekutif Nasional WALHI. Email Pius Ginting Telepon kantor: +6221-7941673; Mobile:Fax: +6221-7941672; 79193363

Freeport Mengangkangi Emas Papua


Tumpukan batuan limbah tambang Freeport di Lembah Wanagon yang mengalirkan air asam tambang langsung ke dalam Danau Wanagon
Di ketinggian 4200 m di tanah Papua, Freeport McMoran (FM), perusahaan induk PT. Freeport Indonesia mengangkangi tambang emas terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang lebih 3046 ton emas, 31 juta ton tembaga, dan 10 ribu ton lebih perak tersisa di pegunungan Papua. Berdasarkan perhitungan kasar, cadangan ini diperkirakan masih akan bisa dikeruk hingga 34 tahun mendatang.
Menurut catatan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 1991 hingga tahun 2002, PT Freeport memproduksi total 6.6 juta ton tembaga, 706 ton emas, dan 1.3 juta ton perak. Dari sumber data yang sama, produksi emas, tembaga, dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan 8 milyar US$. Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas pada tahun 2004 dari lubang Grasberg setara dengan 1.5 milyar US$.
Berdasarkan laporan pemegang saham tahun 2005, nilai investasi FM di Indonesia mencapai 2 milyar dollar. Freeport merupakan perusahaan emas penting di Amerika karena merupakan penyumbang emas nomor 2 kepada industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Pemasukan yang diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT. Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di Pegunungan Tengah Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun) lebih untuk tahun 2004 saja. Keuntungan tahunan ini, tentu jauh lebih kecil pendapatan selama 37 tahun Freeport beroperasi di Indonesia.
Dalam nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3 tahun hingga tahun 2004, total pengasihan PT. Freeport kepada Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 % pendapatan bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta dollar (460 milyar rupiah). Demikian Freeport juga mengklaim dirinya sebagai penyumbang pajak terbesar di Indonesia yang tidak jelas berapa jumlahnya. Menurut dugaan, pajak yang disumbang PT. Freeport Indonesia mencapai 2 trilyun rupiah (kurang dari 1% anggaran negara). Pertanyaan yang patut dimunculkan, apakah Freeport menjadi amat berharga dibanding ratusan juta pembayar pajak lainnya yang sebenarnya adalah warga yang patut dilayani negara? Atau dengan menjadi pembayar pajak terbesar, PT Freeport sebetulnya sudah “membeli” negara dengan hanya menyumbang kurang dari 1% anggaran negara? Bagaimana dengan agregat pembayar pajak yang lain?
Perusakan lingkungan
Sumbangan Freeport terhadap bangkrutnya kondisi alam dan lingkungan juga tidak kalah besar. Menurut perhitungan WALHI pada tahun 2001, total limbah batuan yang dihasilkan PT. Freeport Indonesia mencapai 1.4 milyar ton. Masih ditambah lagi, buangan limbah tambang (tailing) ke sungai Ajkwa sebesar 536 juta ton. Total limbah batuan dan tailing PT Freeport mencapai hampir 2 milyar ton lebih.
Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari, maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja.
Kemanakah Freeport membuang limbah batuan?
Limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar Grassberg. Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara limbah tambang secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura.
Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim WALHI, limbah tambang (tailing) Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa. Limbah tambang masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing, baik di sungai maupun muara sungai.
Biaya yang dikeluarkan Freeport untuk mengatasi persoalan lingkungan berkisar antara 60­70 juta dollar per tahunnya mulai dari tahun 2002. Total biaya yang telah dikeluarkan Freeport selama 3 tahun untuk urusan lingkungan sekitar 139 juta dollar atau setara dengan 6 kali lipat anggaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Freeport tidak lagi menyebutkan Ajkwa sebagai sungai, tetapi sebagai wilayah tempatan tailing yang “disetujui” oleh Pemerintah Republik Indonesia. Freeport bahkan menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana transportasi dan pengolahan tailing hal mana sebetulnya bertentangan dengan hukum di Indonesia.
Freeport dan Militer
Di dalam laporan resmi tahunannya, Freeport McMoran menuliskan bahwa dirinya membiayai dukungan uang sejumlah 6.9 juta dollar pada tahun 2004, lalu 5.9 juta dollar tahun 2003 dan 5.6 juta dollar tahun 2002 kepada pihak keamanan resmi pemerintah Indonesia (TNI). Pernyataan Freeport McMoran dalam membiayai TNI bukan hanya dilaporkan pada tahun 2005. Hampir setiap tahun, Freeport McMoran selalu melaporkan bahwa dirinya membiayai TNI untuk melindungi keamanan.
The Grasberg mine has been designated by the Government of Indonesia as one of Indonesia’s vital national assets. This designation results in the military’s playing a significant role in protecting the area of our operations. The Government of Indonesia is responsible for employing police and military personnel and directing their operations....
Diterangkan pula dalam laporan tahunan kepada pemegang saham (Form 10-K), bahwa sesuai dengan kontrak karya, Pemerintah Indonesia wajib melindungi operasi PT Freeport yang merupakan objek vital. Karena alasan minimnya dana pemerintah untuk membiayai personil, PT Freeport menyediakan fasilitas kepada aparat negara untuk melindungi operasi, fasilitas, dan personil PT. Freeport Indonesia. Berikut kutipan laporan tersebut:
From the outset of PT Freeport Indonesia’s operations, the government has looked to PT Freeport Indonesia to provide logistical and infrastructure support and assistance for these necessary services because of the limited resources of the Indonesian government and the remote location of and lack of development in Papua. PT Freeport Indonesia’s financial support for the Indonesian government security institutions assigned to the operations area represents a prudent response to its requirements to protect its workforce and property, better ensuring that personnel are properly fed and lodged, and have the logistical resources to patrol PT Freeport Indonesia’s roads and secure its operating area. In addition, provision of such support and oversight is consistent with PT Freeport Indonesia’s obligations under the Contract of Work, reflects our philosophy of responsible corporate citizenship, and is in keeping with our commitment to pursue practices that will promote human rights, which include our endorsement of the joint U.S. State Department-British Foreign Office Voluntary Principles on Human Rights and Security.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah TNI berhak menerima uang dari perusahaan yang secara jelas disebutkan untuk menjaga keamanan perusahaan? Kedua, apakah tindakan memberi uang kepada alat negara secara langsung adalah tindakan yang benar secara hukum? Ketiga, apakah ini adalah bukti bahwa TNI di Timika bekerja untuk melindungi kepentingan PT Freeport Indonesia? Keempat, apakah ini adalah bukti keterlibatan Freeport dalam memicu terjadinya pelanggaran HAM berat di wilayah Timika seperti yang sudah terjadi selama puluhan tahun sejak Freeport mendaratkan cakarnya di Tembagapura?
Apa yang Diperoleh Orang Papua dan Mimika?
Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya mereka yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya pada tahun 2004 hanya mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke 212 dari 300an lebih kabupaten di Indonesia. Hampir 70% penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman, dan 35.2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, lebih dari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.
Jumlah orang miskin di tiga kabupaten tersebut, mencapai lebih dari 50 % total penduduk. Artinya, pemerataan kesejahteraan tidak terjadi. Meskipun pengangguran terbuka rendah, tetapi secara keseluruhan pendapatan masyarakat setempat mengalami kesenjangan. Boleh jadi kesenjangan yang muncul antara para pendatang dan penduduk asli yang tidak mampu bersaing di tanahnya sendiri. Boleh jadi pula, angka prosentase yang menunjukkan kemiskinan, seperti akses terhadap air bersih, kurang gizi, akses terhadap sarana kesehatan mengandung bias rasisme. Artinya, kemiskinan dihadapi oleh penduduk asli dan bukan pendatang.
Sumber:
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934For the fiscal year ended December 31, 2002, Freeport McMoRan Copper and Gold.
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934For the fiscal year ended December 31, 2003, Freeport McMoRan Copper and Gold.
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934For the fiscal year ended December 31, 2004, Freeport McMoRan Copper and Gold.
Info Sheet, Operasi Pertambangan PT. Freeport Indonesia Company. WALHI, 2002.
Butterman. W.C, Aimee III. Mineral Commodity Profiles-Gold, USGS 2003.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: liem

Warga Hamadi Mulai Ngungsi


JAYAPURA-Tingginya gelombang laut di sepajangan pantai Hamadi dalam dua hari belakangan ini, makin terasa. Warga yang khawatir bertambah parahnya efek yang ditimbulkan memilih mengungsi ke tempat yang aman.
Nampak cukup parah di wilayah Hamadi Pantai, ratusan warga yang sebelumnya tinggal di atas rumah-rumah panggung, kini banyak yang memilih tinggal di rumah sanak familinya ataupun tenda-tenda pengungsian.
Hingga Kamis (11/12) kemarin sore, warga yang tinggal di sekitar belakang bioskop lama di Hamadi, masih hilir mudik mengangkat barang-barang mereka ke tempat yang dianggap aman. Salah satunya di tenda-tenda pengungsian di sekitar halaman bekas bioskop tersebut.
Menurut Ketua RT 04 RW 03 Kelurahan Hamadi, Felix Y. Waromi, SE, yang ditemui, Kamis (11/12), warganya yang rata-rata tinggal di atas rumah panggung di atas air laut tersebut, sejak dua hari terakhir sudah banyak mengungsikan barang-barang mereka.
Berdasarkan data sementara, lanjutnya dari sektiar 106 kepala keluarga yang ada di Rtnya tersebut, sudah terdapat rumah warga dan jembatan yang rusak dan diperkirakannya kerusakan bisa terus bertambah jika kondisi terjangan ombak di saat air pasang terus seperti itu. Itu belum dari sejumlah RT lain di dekat wilayahnya tersebut.
Pihaknya menyatakan sudah meneruskan data awal tersebut pada pihak pemerintah Kota dan Provinsi untuk ditindak lanjuti. Secara umum lanjutnya sudah bantuan pemerintah sudah ada bantuan yang tiba, selain tenda juga sejumlah bahan makanan bagi warganya walaupun dirasa masih kurang.
"Kita terus adakan pendataan baik soal warga yang mengungsi maupun kerusakan yang terjadi," kata Felix.
Pihaknya mengharapkan support dari pemerintah dalam hal penanggulangan bencana tersebut, bisa terus tersalur bagi warga pengungsi, sebab menurutnya, warga pengungsi yang ada disekitar lokasinya itu kebanyakan berprofesi sebagai nelayan tradisional yang jelas terganggu aktifitas mata pencahariannya.
Sementara itu, musibah yang cukup memprihatinkan tersebut, cukup mengundang perhatian Wakil Gubernur, Alex Hesegem, SE, yang langsung mengunjungi warga di sekitar tenda pengungsian di dekat bioskop lama Hamadi tersebut, Kamis (11/12) sore.
Menurutnya pemerintah provinsi turut merasakan penderitaan warga yang tengah melanda warga di pesisir pantai Jayapura, utamanya di Hamadi.
Secara umum, pihaknya melalui Dinsos Provinsi Papua, sudah menyiapkan bantuan beras dan bahan makanan lain sebanyak 4 ton untuk membantu warga. Selain sejumlah tenda-tenda pengungsian jenis pleton yang sebagian sudah tepati warga pengungsi.
Pihaknya berjanji akan memonitor semua perkembangan akibat ombak laut tersebut, termasuk berbagai kebutuhan masyarakat.
Dirinya mengharapakan agar warga bisa tabah dan tidak panik dengan keadaan saat ini. Untuk masalah adanya keluhan kesehatan bagi warga di tenda pengungsian, pihaknya menyatakan bisa mendapatkan fasilitas kesehatan gratis di Puskesmas terdekat.(cr-151)
Sedangkan Oklon, warga RT 03 kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan mengatakan, "Kami minta dinas yang terkait yaitu Dinas PU Provinsi Papua maupun kota untuk segera memantau kami agar memperbaiki jalan yang rusak maupun rumah yang sudah rubuh itu. Juga kami minta supaya dinas yang terkait tangani masalah perumahan masyarakat ada sekitar pinggiran pantai Kota Jayapura ini untuk membangun rumah yang layak di uni," terangnya.
"Kami tidak terima dengan bantuan beras, supermi yang diberikan pemerintah itu. Barang inikan seminggu sekali pakai sudah tidak ada, oleh karen itu kami minta pemerintah memperhatikan sarana fisik yang bisa beberapa waktu dipakai," kata oklon kepada Cepos di Hamadi kemarin.
Sementara itu, Ketua RT 03 N. Wanggai mengatakan, pihak pemerintah provinsi Papua melalui dinas kesejahtrraan sosial telah mengunjungi dan mengerahkan bantuan misi kemanusian berupa beras, supermi dan membantu memasang tenda. Sedangkan pemerintah Kota diwakili Dinas sosial Kota sudah memantau, namun belum ada bantuan. "Selain itu, kepala kelurahan telah bantu di tambah beberapa pengusaha ada sekitar pasar Hamadi," ujarnya.
Dikatakan, untuk soal kerugian belum diperkiraan karena pihaknya masih mendata baik rumah yang sudah rubuh akibat gelombang laut maupun masyarakat yang sedang mengungsi ke bagian daratan.
"Mengaku pemerintah maupun masyarakat menganggap biasa tapi kami mengalami bencana alam ujar salah satu warga sambil mengumpulkan balok akibat gelombanmg laut. Dari pantau Cenderawasih Pos, ternyata beberapa rumah warga juga rusak dan jalan pun sempat rusak. (cr-151/cr-154)

06 December 2008

HAK ULAYAT MILIK MARGA, BUKAN MILIK SUKU DAN NEGARA:


"BERDASARKAN SEJARAH ADAT ASAL USUL MARGA PAPUA BARAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT. FREEPORT INDONESIA, PAPUA BARAT"
PANDANGAN UMUM
Menurut asal suku bangsanya, suku Mee dan Suku Moni berasal dari “PUPU PAPA” Bagian Timur Pegunungan Tengah Papua Barat. Bukti asal-usul sejarah adat per Marga Papua Barat, yang menghuni di sekitar areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura kurang lebih 156 (seratus lima puluh enam) Marga, baik itu dari Suku Amungme, suku Moni, suku Wolani maupun suku Mee.
Ada kurang lebih 22 (Duapuluh Dua) marga dari gabungan suku (Amungme, Moni dan Mee) yang menghuni di WASE atau disebut BANTI Tembagapura seperti: Marga Wamuni, Natkime, Jamang, Jupinii, Beanal, Bukaleng, Omabak, Omaleng, Janampa, Magal, Jangkup/Jawejagani, Abugau, Uwamang, Diwitau, Dimpau, Metegau, Bonmang, Jundang, Magai, Metang, Awalak dan lain-lain yang menghuni di bagian Selatan terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon.
Ada kurang lebih 141 (seratus empat puluh satu) marga dari suku Moni seperti: Belau, Sondegau, Bagubau, Zagani, Wandagau, Ugimpa, Tipagau, Kobogau, Duwitau, Dimpau, Hanau, Zani, Zoani, Selegani, Bilampani, Abugau, Mbuligau, Sinipa, Gayamopa, Mayani, Tigau, Zanampani, Hogazau, Mazau, Puzau, Sujau, Agimbau, Nagapa, Somou, Japugau, Hagimuni, Maizeni, Hagisimizau, Zonggonau, Kayampa, Widigipa, Ematapa, Holombau, Muzizau, Emani, Nulini, Tapani, Nambagani, Naeyagau, Waeyapa, Bagau, Miagoni, Kondopa, Wadapa, Dugupa, Dakipi, Topaa, Aiyapa, Imagajau, Sumbaa, Hembopa, Kudupaa, Mopa, Nggaupa, Ndumpa, Kegepe, Piyane, Tunggipaa, Pipa, Gayampa, Munipaa, Jinapaa, Wagepaa, Muidii, Mpuzipa, Tayapaa, Igapa, Natagapa, Mogapa, Hegopa, Wogoipa, Ogapaa, Nabelau, Nggopa, Dnugupia, Jupaa, Zinipaa, Kundau, Magadepaa, Ziganepaa, Jimpu, Wandagau, Migau, Nggopabagau, Mpogau, Igutagibagau, Boanibagau, Dagau, Namajaubelau, Baugaubelau, Ugapabelau, Nggalepabelau, Zinipabelau, Dendegau, Tabuni, Wontanibelau, Wontani, Lawiya, Zabizaeni, Tayapaa, Nggalepaselegani, Ondouw, Mayau, Zeoni, Emani, Uwitau, Mbomboletagi, Magai, Pujau, Majau, Weya Murib, Jarinap, Jugini, Tapani, Tobaini, Yupinii, Dogopia, Jawejagani, Mentegau, Mbaugau, Wandikbo, Waker, Kogoya, Wenda, Telenggen, Wamang, Uwamang, Inizouw, Migakodiwitau, Igugidiwitau, Migazani, Igugizani, Jinampobelau, Jinamposelegani, Jinampoo dan lain-lain yang menghuni di bagian Utara terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.
Sedangkan 47 (empat puluh tujuh) Marga dari suku Mee (Ekagi) terdiri dari: Kedepa, Kogopa, Kobepa, Nakapa, Tenouye, Bunai, Kadepa, Yatipai, Nawipa, Kogii, Gobay, Degei, Yogi, Muyapa, Dogopia, Yeimo, Kudiai, Nabelau, Umitaapa, Muniipa, Wageepa, Yumai, Yobee, Kogaa, Magay, Tobay, Edowai, Uti, Dawaapa, Adii, Pigai, Anoka Kayame, Yukei, Mote, Ogetai, Tatogo, Boma, Pigome, Koto, Apoga, Madai, Tebay, Obaipaa, Tekege, Takimai, dan Youw yang menghuni di bagian Barat dekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.
Ada kurang lebih 43 (empat puluh tiga) marga lain yang menghuni di bagian Barat jauh dari Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat, yakni: Giay, Agapa, Pekey, Do, Pakage, Tagi, Tibakoto, Dukoto, Kedeikoto, Dogomo, Pinibo, Waine, Wakei, Petege, Makai, Anouw, Kegiye, Kegouw, Dimi, Butu, Tigi, Auwe, Kegaakoto, Ukago, Iyowau, Ikomouw, Gane, Bukegaa, Wogee, Mekei, Deba, Dumapaa, Boga, Pugiye, Kuwayo, Kamo, Tameyai, Nokuwo, Iyoupaa, Giyaipaa, Kotouki, dan Bobii.
Mereka (kurang lebih 156 marga) seperti tersebut diatas menuju ke wilayah Paniai menjadi pemilik wilayah adat dan hak ulayat di lembah Yabo, Aga, Degeuwo, Bogo, Uwodege, Eka, Weya, Yawei, Pugo, Daka/Dama, Duma/Dogomo, Yewa, Boma, Aroanop, Banti dan lain-lain melalui 3 (Tiga) Pintu Utama, yakni Kelompok Marga Wodaapa langsung lewat Pintu Barat Punggung Grasberg-Wanagon, Kelompok Marga Yupi/Maki menuju Paniai melalui Pintu Utara Grasberg-Wanagon, dan Kelompok Marga Madouw menuju Paniai melalui Pintu Selatan Grasberg-Wanagon. Ada marga yang keluar langsung dari gunung terkaya yang satu ini (PUYA PIGU/GRASBERG), ada marga yang datang dari kampung lain dan menetap di Wase dan ada marga lain yang langsung saja melewati di sekitar gunung tersebut. Mereka semua punya kepentingan tuntutan yang sama kehadapan Pemerintah dan PT. Freeport Indonesia yaitu untuk mendapatkan SAHAM PT. FREEPORT.
Masyarakat Adat Agadide telah melakukan UPACARA ADAT KESELAMATAN DAERAH KERAMAT di Togogei, 29-30 Juli 1999, Desa Yabomaida untuk menyampaikan aspirasinya kepada NKRI melalui Pemerintah Daerah Paniai, Mimika dan PT. Freeport Indonesia. Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Provinsi Papua No.: 593/1288/SET 3 Maret 2003 di Jayapura tentang Pengurusan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di sekitar areal konsesi PT. FI, maka aspirasi tersebut yang berisi: BANTUAN FREEPORT DIBAGI 3 (TIGA) SUKU MELALUI 4 (EMPAT) PINTU ini telah diusulkan kepada pimpinan PT.FI melalui Pemda Mimika, Paniai dan Gubernur Provinsi Papua di Jayapura. Gunung Grasberg-Danau Wanagon adalah DAERAH KERAMAT BERSAMA SUKU AMUNGME (TIMUR), SUKU MONI (UTARA dari PUYAPIGU:UGIMPA-HOMEYO), SUKU MONI (SELATAN dari PUYA PIGU:WASE-MILE 50-DUMADA-BOUWO-KALI YAWEI) DAN SUKU MEE (BARAT dari PUYA PIGU-MINABUA:DEGEUWODIDE-AGADIDE-YABODIDE-EKADIDE-WEYADIDE) berdasarkan sejarah adat yang berlaku di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura. Proposal Bantuan Dana Sosialisasi Program Empat Pintu telah diajukan kepada Bupati Mimika dengan No. Agenda: 1438, tanggal 12-11-2003 di Timika dengan tembusannya disampaikan kepada Bupati dan Ketua DPRD Paniai di Enarotali, Ketua DPRD Mimika di Timika, KA. BPN Provinsi Papua di Jayapura, Ka Badan KESBANG Provinsi Papua di Jayapura, KABAWASDA Provinsi Papua di Jayapura dan CDD/CLO PT. FI untuk memfasilitasi Pengurusan Hak Ulayat yang diajukan oleh masyarakat adat yang menghuni di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura, Papua Barat. Salah satu diantaranya adalah TUNTUTAN HAK ULAYAT MARGA WAMUNI di Wase.
Batas wilayah kesatuan hidup Suku Amungme, Suku Moni dan Suku Mee di sekitar areal konsesi PT.FI terdekat adalah antara Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti), Timika (Mimika Pantai-Mimika Kaki Gunung), Aroanop-Duma/Dogomo, Dama/Daka, Bouwo, Yaweidide Timur, Ogiyaidimida, Siriwo, Maniwo, Kaitakaida, Tomosiga, Gunung Gergaji, Ugimpa, Stinga, Hoya kembali ke Timika, Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti) wilayah adatnya adalah MILIK MARGA, bukan MILIK SUKU DAN NEGARA.
Pemerintah NKRI, Pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc., dan PT. Freeport Indonesia masih belum memberikan SAHAM bagi Marga Wamuni sebagai pemilik Hak Ulayat WASE di Tembagapura. Pihak Amerika, Indonesia dan Suku Amungme-Kamoro sudah makan dari hasil produksi tembaga & emas di Tembagapura. Tetapi Marga Wamuni dari Wase suku Moni Selatan Grasberg-Wanagon masih belum merasakan hasil sedikitpun juga. Oleh karena itu, tingkat marga segera diberikan SAHAM sebagai tanda pengakuan dan penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dari pihak Pemerintah NKRI dan PT.FI sebagai Negara-negara yang mempromosikan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi.
SAHAM ULAYAT tingkat Marga segera diberikan kepada Marga Wamuni dan Marga-Marga lain di sekitar areal konsesi PT.FI di Tembagapura selain Suku dan Negara yang sudah disepakati dalam MoU melalui LEMASA dan LEMASKO di Amerika Serikat tahun 2000 yang lalu. Karena pada mulanya, yang menemukan dan memberikan nama lembah, gunung, kali, rawa, jenis-jenis flora dan fauna di dalam wilayah kesatuan hidup per marga di sekitar areal konsesi PT.FI adalah MARGA itu sendiri sesuai hukum adat secara tidak tertulis yang berlaku di Papua Barat.
REKOMENDASI:
1.Semua pihak yang berminat menanamkan SAHAM di dalam wilayah adat kepemilikan MARGA seperti tersebut di atas supaya menyediakan dana khusus untuk kepentingan Marga sebagai pemilik Hak Ulayat.
2.Oleh karena itu, Mr. J. R. Mofett segera menyiapkan tiga lembar SAHAM melalui konsultasi pemerintah NKRI di Jakarta, Provinsi Papua, Pemda Mimika dan Pemda Paniai, yakni:
1.SAHAM BAGI NEGARA SEBAGAI PENGUASA NKRI.
2.SAHAM BAGI SUKU SEBAGAI PENGUASA PEMERINTAH ADAT DI WILAYAH PAPUA BARAT.
3.SAHAM ULAYAT BAGI MARGA SEBAGAI PEMILIK TANAH ADAT DAN HAK ULAYAT UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT.FI DI TEMBAGAPURA, PAPUA BARAT.
3.Tidak dibenarkan apabila pihak pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc di USA, pimpinan PT. Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia merekomendasikan persoalan Hak Ulayat ini kepada pihak militer TNI dan POLRI bekerjasama dengan FBI dengan melibatkan Kopasus, Badan Inteligen Negara, Jihat, dll untuk gagalkan tuntutan SAHAM atas Hak Ulayat WASE Tembagapura yang telah diajukan oleh DAP POKJA Marga Wamuni dengan alasan mengamankan alat-alat vital PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua Barat.
4.SAHAM ULAYAT PT. Freeport yang dituntut segera diberikan langsung kepada MARGA WAMUNI tidak melalui lembaga suku, lembaga agama ataupun lembaga pemerintah berdasarkan kepemilikan dusun, lihat sejarah adat Marga Wamuni.
5.Kurang lebih 150 marga di sekitar areal konsesi PT. Freeport agar segera membentuk DAP POKJA per Marga untuk menyiapkan asal-usul sejarah adat per Marga, Mendata jumlah jiwa per Marga dan melakukan pemetaan batas-batas wilayah adat per Marga untuk menentukan pemiliknya sebagai aset Pembangunan Masa Depan Marga untuk meningkatkan kesejahteraannya.
6.Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia di Jakarta melalui masing-masing Pemerintah Daerah, baik itu Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai, Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak Jaya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Papua diminta agar segera menyiapkan Peraturan Daerah Khusus sesuai amanat OTSUS Papua tentang Pengembalian Status Kepemilikan Tanah Adat kepada Marga Papua Barat Asli sebagai pemilik Hak Ulayat Abadi berdasarkan sejarah adat per marga. Kepemilikan Tanah Adat bukan milik Suku dan Negara. Mereka (Suku dan Negara) itu cukup hanya sampai di pengawasan saja. Kalau semua jadi perampas hak ulayat, siapa yang kontrol?
7.Semua pihak di Papua Barat diminta agar wajib menegakkan, memajukkan, melindungi, menghormati, dan saling mengakui hak-hak masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.
Kami sangat mengharapkan dukungan kampanye dari semua pihak untuk memperkenalkan, mempertahankan, melindungi, dan membebaskan Hak Ulayat dari perampasannya.
(Oleh Itawadimee Servius Kedepa, Ketua YLSM Komopa)

02 December 2008

KANRPB Tuntut Kemerdekaan Papua Barat


Jakarta, Sebanyak 300 orang yang tergabung dalam Komite Aksi Nasional Rakyat Papua Barat atau KANRPB melakukan aksi di Bundaran HI, Jakarta, Senin (1/12). Mereka menuntut kemerdekaan Papua Barat. Sebelumnya mereka juga melakukan aksi serupa di Istana Negara.
"Hari ini kita menyatakan sikap bahwa Papua merdeka merupakan keniscayaan sejarah yang tidak bisa diganggu oleh kekuatan yang dapat menindas," kata Juru Bicara KANRPB, Wenslaus Edowai.
Edowai menjelaskan, otonomi yang selama ini diberikan pemerintah pusat ternyata hanya dinikmati kaum borjuis dengan tidak melibatkan masyarakat akar rumput Papua. Kasus HIV juag semakin meningkat tanpa perhatian pemerintah untuk menangani secara khusus.
Bahkan pemda di Papua, lanjut Edowai, dianggap perpanjangan pemerintah pusat untuk memperlebar kekuasannya. Maka dari itu dalam aksi ini massa menyampaikan deklarasi yang terdiri dari empat butir, yakni pertama, tidak mengakui keberadaan pemerintahan Indonesia di Papua Barat karena kependudukan Indonesia adalah ilegal. Kedua, menolak rekayasa Pemerintah Indonesia lewat Pepera tahun 1969. Ketiga, menuntut hak untuk menentukan nasib sendiri. Keempat, meminta bantuan serta dukungan dari dunia internasional.
"Kami akan terus memperjuangkan aspirasi rakyat sampai Jakarta memberikan ruang dialog untuk melakukan referendum," kata Edowai.
Setelah satu jam berunjuk rasa sejak pukul 16.30, akhirnya massa bubar dengan tertib. Aparat kepolisian pun terlihat berjaga-jaga di Bundaran HI hingga akhirnya massa membubarkan diri. (C12-08)(sumber: kompas)

Aparat- Massa Sempat Tegang: "Peringatan 1 Desember di Makam Theys"

SENTANI-Selain diwarnai aksi pengibaran bintang kejora di empat titik, peringatan 1 Desember yang disebut-sebut HUT Kemerdekaan Papua Barat di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia (memori park Papua freedom and human rights abuses), sempat diwarnai ketegangan antara pihak
berwajib yang dipimpin langsung Kapolres Jayapura AKBP Drs Didi S Yasmin dengan kelompok massa.
Ketegangan itu berawal dari massa yang saat usai ibadah melakukan lambaian bintang kejora ukuran kecil yang sengaja disebarkan kepada masa yang hadir saat itu, oleh beberapa orang. Kibaran bendera-bendera ukuran kecil di tangan ratusan warga membuat aparat Polres Jayapura langsung memasuki lapangan tersebut dan menyita bendera-bendera kecil itu.
Tidak terima dengan sikap petugas yang melakukan penyitaan itu, membuat massa sempat melakukan aksi protes dengan menyerukan agar petugas meninggalkan bekas lapangan sepak bola itu. Namun personel Polres Jayapura yang dipimpin langsung Kapolres Jayapura bersama Wakapolres Kompol Drs Mikael Suradal MM, serta para Kabag dan Kasat di lingkungan Polres Jayapura itu tetap melakukan pengawasan di dalam lapangan hingga massa membubarkan diri secara perlahan-lahan.
Jalannya prosesi ibadah syukuran, terbilang cukup aman dan tertib. Massa yang sudah berkumpul sejak pukul 07.00 itu begitu antusias mengikuti jalannya ibadah yang dilanjutkan pembacaan Deklarasi Bangsa Papua Barat oleh Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dan selanjutnya pidato politik oleh Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut, Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dan diakhir oleh laporan ketua panitia oleh Markus Haluk.
Dari pantauan Cenderawasih Pos sejumlah pertokoan, dan tempat-tempat penjualan serta beberapa kantor yang berada di sekitar lokasi perayaan terpaksa tidak malakukan aktivitasnya. Sementara aktivitas hanya terlihat di lembaga pendidikan SMP N 1 Sentani. Aktivitas Jalan raya yang berada di depan lokasi perayaan ibadah tersebut juga terpaksa dialihkan melewati jalan alternatif lainnya.
Untuk masuk ke lokasi ibadah terbilang cukup steril, pasalnya baik masyarakat Papua maupun non Papua yang hendak masuk ke lokasi mendapat pemeriksaan ekstra ketat dari beberapa orang yang memang sudah dipersiapkan saat itu. Sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik yang hendak melakukan peliputanpun dilarang untuk memasuki lokasi tersebut, bahkan dihimbau pula oleh beberapa petugas peryaan ibadah 1 Desember agar tidak mengambil gambar saat melakukan ibadah itu.
Wartawan baru diijinkan masuk setelah menjelang akhir ibadah tersebut, namun saat akan mendekati panggung sempat diusir oleh massa, walaupun akhirnya diijinkan melakukan peliputan. Usai melakukan ibadah secara Nasarani yang dipimpin oleh Pdt Markus Iyai, selanjutnya dilakukan pembacaan Deklarasi Bangsa Papua Barat oleh Sekjen PDP.
Dimana isi Deklarasi tersebut terdapat 6 point penting yang intinya menyatakan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta meminta ditutupnya PT Freeport Indonesia. Isi Deklarasi tersebut ditandatangani salah satu tokoh Pemimpin Besar Rakyat Papua, Tom Beanal dan Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut, S.pd.
Usai pembacaan deklarasi dilanjutkan dengan pidato politik. Kesempatan pertama yang diberikan kepada Ketua DAP Forkorus Yaboisembut pada pidato politiknya mengatakan agar hak-hak sejarah bangsa Papua harus dihargai karena bangsa Papua bukanlah hewan yang harus melupakan sejarahnya, apalagi sampai ada paksaan dari oknum-oknum tertentu. Karena sejarah merupakan harga diri yang harus benar-benar diharagai.
Karena harga diri itu akan membuat rakyat Papua tahu siapa dia, kemana dia, dan untuk apa dia mulai dari dirinya sendiri. Forkorus yakin jika suatu saat nanti semua pihak akan duduk berbicara secara bersama-sama untuk saling mengakui kesalahan dan saling memperbaiki, dan membangun kerjasama. Namun jika kesatuan sudah tidak bisa dipertahankan maka kerjasama harus dilakukan, karena jika orang Papua terus disakiti, maka kemungkianan hubungan Papua dan Indonesia dimasa mendatang untuk bekerja sama sulit terwujud.
"Jika memang saat ini kita sudah tidak bisa bersatu, marilah kita tingkatkan kerja sama agar dimasa mendatang kita bisa melakukan kerjasama yang baik, dan jangan sakiti orang Papua agar pada masa mendatang kerjasama yang diharapkan bisa terwujud," ujar Forkorus.
Forkorus menjelaskan kaitannya dengan sejarah bangsa Papua secara politik sebenarnya deklarasi yang telah dibacakan hanya pengulangan apa yang sudah perna terjadi pada masa lampau yang perna dilakukan oleh Bangsa Belanda 1 Desember 1961 untuk meminta pengakuan bahwa rakyat Papua adalah rumpun Melanesia Ras Negroid, tanpa merusak hak-hak Bangsa Indonesia.
Sehingga saat ini semua pihak diminta tidak saling mempersalahkan terkait masa lalu bangsa Papua, tetapi secara bersama-sama Bangsa Indonesia dan Papua serta pihak terkait lainnya duduk secara bersama untuk merefisi kembali sejarah bangsa Papua disaksikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sementara Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dalam pidato politiknya mengatakan bahwa saat ini di muka bumi hanyalah satu bangsa yang dengan setia merayakan HUT Kemerdekaannya walaupun masih ditindas. Bangsa Papua saat ini dalam posisi terancam kehidupannya di muka bumi ini, karena mengalami suatu proses pemusnahan yakni dibunuh, mati karena sakit, mati dijalanan, mati karena penyakit HIV/AIDS dan lainnya.
Untuk itu saat ini harus ada suatu kesatuan untuk membangun kekuatan ,tanpa membedakan suku berdasarkan letak geografis, sebab jika tidak, maka rakyat Papua dapat musnah dari muka bumi ini. "Saat ini bangsa Papua sedang terancam kehidupannya sehingga sekarang harus ada kerjasama tanpa memilah suku dan agama," ujarnya.
Thaha mengatakan pula bahwa otonomi khusus yang sudah berjalan 8 tahun yang diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan hidup orang Papua telah gagal dan itu sudah diakui Gubernur Papua. Pemerintahan juga gagal, penegakkan hukum juga gagal, pasalnya aparat hanya akan sibuk jika bendera bintang kejora dibentangkan dan hal itu bisa berdampak hingga ke seluruh tanah air, namun korupsi yang terus merajalela di Papua terus dibiarkan.
Sehingga harus ada jalan lain yang ditempuh oleh rakyat Papua. Untuk itu seluruh rakyat Papua diminta untuk terus memperkuat kesatuan karena kedepan akan ada perkembangan politik yang menggembirakan.
Acara ibadah tersebut akhirnya ditutup dengan doa yang sampaikan oleh Pdt Herman Awom. Dan selanjutnya satu persatu masyarakat membubarkan diri dari lapangan tersebut, sementara sekitar puluhan orang lainnya memilih menetap di beberapa tenda yang didirikan di lokasi tersebut. Yang terus mendapat pengawasan ketat dari aparat keamanan. (jim)

Waspadai, Jualan Kasus HAM Papua: "Hari ini Ada Konsentrasi Massa"

JAKARTA - Integrasi bangsa Indonesia harus terus dipelihara dan dijaga. Saat ini salah satu ancaman disintegrasi terbesar adalah di wilayah Papua. Apalagi, kini mulai banyak operator-operator yang menjual kasus-kasus HAM di Papua untuk mendapatkan perhatian dunia internasional.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Wiwik Setiawati Firman mengemukakan bahwa masalah-masalah HAM di Papua sudah jauh membaik sejak 2004 lalu. "Memang hingga kini masih ada beberapa kasus yang disoroti dunia internasional, tapi kita juga terus mengupayakan langkah-langkah penyelesaian," ujarnya di kantor Deplu, Jakarta kemarin (1/12).
Beberapa persoalan yang muncul antara lain masalah pemenjaraan Filep Karma dan Yusak Pakage yang divonis 15 tahun penjara. Yusak juga dianiaya karena mata kirinya dipukul oleh aparat. "Ini yang sedang kami dorong agar diproses. Hukuman terhadap keduanya juga banyak dipertanyakan karena hanya mengibarkan bendera Bintang Kejora," lanjutnya.
Kasus ini sempat semakin mencuat ketika dibentuk kaukus International Perlemen for West Papua di Inggris. Meski hanya dihadiri oleh dua orang anggota parlemen Inggris yang tidak signifikan, kelompok yang menjual kasus HAM Papua ini mengatakan bahwa dunia internasional berada di belakang kemerdekaan Papua.
"Ini yang harus dipahami dan diluruskan. Kami juga berkepentingan untuk menyelesaikan kasus-kasus di Papua, sehingga nanti dunia internasional bisa melihat bahwa tanah Papua telah damai," lanjutnya.
Tanggal 1 Desember sendiri diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua yang ditandai dengan pengibaran bendera bintang kejora. Kemarin sendiri dari laporan di Papua, telah terjadi konsentrasi massa. Namun situasi tetap dapat dikendalikan.
Selain kasus Yusak Pakage juga ada masalah HAM Alex Wanda, yang mengaku bahwa dia bersama pacarnya Helen Wangi dilecehkan oleh oknum aparat marinir di Papua.
"Asintel sudah mengatakan bahwa kejadiannya tidak seperti itu. Tapi kita akan dorong biar dibuat BAP dan keputusan pengadilan yang memutuskan hal tersebut karena kasus ini telah masuk sorotan," imbuhnya.
Angin segar terhadap pemerintah Indonesia muncul dari kepulangan Yunus Wainggai dan putrinya, Anike Wainggai ke Indonesia akhir pekan lalu. Setelah hampir tiga tahun berada di Australia, Yunus merupakan nahkoda perahu yang membawa 43 WNI asal Papua ke Australia pada akhir tahun 2005.
Dari dua kasus kepulangan sebagian dari kelompok tersebut, menunjukkan bahwa telah terdapat tipu daya dan janji-janji yang tidak dipenuhi oleh Herman Wainggai dan kelompoknya.
Wiwik mengakui bahwa problem terbesar di Papua adalah masalah ekonomi sosial yang memprihatinkan. Dengan sumber daya alam yang begitu melimpah, Papua masih termasuk daerah terbelakang yang tertinggal.
"Kondisi ini menjadi perhatian kami. Dari catatan kami yang harus dibenahi adalah transparansi pemerintah daerah di Papua," tegasnya. (iw)

Filep Karma Cs, Tak Diawasi Khusus

JAYAPURA-Filep Karma Cs, tapol yang sempat membuat heboh lantaran ulahnya mengibarkan Bintang Kejora di Lembaga Pemasyarakatan Abepura pada perayaan 1 Desember tahun sebelumnya, kemarin tidak mendapat pengawalan kusus.
Kalapas Abepura, Anthonius M.Ayorbaba SH, MSi mengatakan, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terkait 1 Desember memang sempat dilakukan razia terhadap Napi, baik barang milik maupun barang yang dibawa oleh pengunjung. Tetapi setelah itu situasi kembali normal hingga sore hari kemarin."Situasi terakhir tidak ada yang menonjol dan semuanya kondusif," singkat Ayorbaba.
Dikatakan pada pagi hari 1 Desember, kembali dilakukan pengecekan oleh aparat Polresta Jayapura untuk memastikan bahwa situasi kamtibmas aman, namun tidak berlangsung lama karena anggota langsung digeser.
"Pagi memang ada aparat kepolisian yang ikut berjaga sekaligus memeriksa kembali, tetapi tidak ada temuan dan siangnya mereka sudah kembali dan kami yang bertugas mengamankan lokasi sekarang," terang Kalapas membeberkan.
Soal Filep Karma sendiri Kalapas menjelaskan bahwa tidak ada pemberlakuan khusus, semua diatur seperti hari biasa. Maksudnya setiap pagi pukul 06.00 WIT semua blok dibuka dan Napi boleh melakukan aktifitas di halaman dengan pengamanan tentunya selanjutnya siang hari pukul 13.00 WIT Napi kembali dimasukkan ke dalam blok lalu pukul 14.30 wit blok kembali dibuka hingga pukul 17.30 WIT semua Napi kembali dimasukkan kedalam tahanan hingga kembali pagi.
"Sejak pagi kami buka sesuai jadwal dan terserah mereka mau beraktifitas apa soalnya kami juga sediakan perbengkelan, lahan perkebunan, tempat ibadah maupun sarana olahraga," papar Ayorbaba.
Soal pengamanan internal sendiri, Kalapas menjelaskan bahwa ada 15 orang secara khusus yang diperbantukan tim pengamanan harian dengan maksud mengantisipasi timbulnya insiden atau sikap Napi yang dianggap berlebihan mensikapi 1 Desember ini.
"Pengamanan kami backup dengan lakukan konsinyer," pungkasnya.
Begitu pula pemberlakuan terhadap Narapidana 16 Maret dimana ada 4 orang yang mendapatkan asimilasi pendidikan."Memang ada 4 Napi yang memperoleh asimilasi pendidikan. Mereka berhak untuk tetap kuliah, tapi selama 1 Desember mereka kami masukkan dan tidak diperkenankan untuk keluar guna kepentingan keamanan dan melokalisir lokasi lapas agar tet5ap kondusif," papar Kalapas.
Sementara itu, terkait 1 Desembe kemarin, Wilayah Abepura yang selama ini kerap dijadikan konsentrasi massa untuk kegiatan berbau separatis kondisinya normal seperti biasa. Aktivitas perekonomian tetap berjalan normal. Sejumlah tempat perbelanjaan seperti Mall dan pertokoan tetap buka seperti biasa. Begitupun dengan aktivitas sekolah dan pelayanan angkutan umum (taksi) juga berjalan seperti biasa. Sepanjang pagi hingga sore kemarin arus lalu lintas tetap ramai seperti hari-hari biasa. Namun begitu, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, 2 peleton anggota Dalmas Polresta dan Brimobda (60 anggota) disiagakan di Mako Polsekta Abepura lengkap dengan persenjataan.
Kapolsekta Abepura AKP Dominggus Rumaropen, S.Sos saat ditemui mengungkapkan, situasi Abepura sepanjang hari ini ( 1 Desember) tetap aman dan kondusif. Tidak ada satupun kegiatan atau konsentrasi massa yang menganggu terhadap kondisi Kamtibmas.
" Memang kegiatan 1 Desember dilaksanakan diwilayah Sentani. Tapi kami dari pihak kepolisian khususnya di wilayah Abepura tetap siaga dan waspada untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Kapolsekta Abepura kepada Cenderawasih Pos, kemarin.
Dikatakan, dalam rangka menjaga Kamtibmas pihaknya tadi pagi (kemarin) tetap melaksanakan kegiatan Razia dengan melibatkan seluruh fungsi kepolisian di depan Expo Waena. Sasaran dari razia ini adalah senjata tajam (Sajam), Miras dan kelengkapan surat-surat kendaraan. Dari razia ini pihaknya mengamankan 10 kendaraan dan 2 botol Miras.
Dalam kesempatan ini, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada warga masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam menciptakan Kamtibmas di wilayah Abepura. Sebab, menjaga dan memelihara Kamtibmas itu bukan saja tanggungjawab pihak aparat tapi seluruh warga masyarakat. (ade/mud)

Berkibar di 4 Titik Dua Warga Ditangkap

JAYAPURA-Meski aparat keamanan telah mewarning akan menindak tegas bagi siapa saja yang mengibarkan bendera bintang kejora pada 1 Desember 2008 yang disebut-sebut sebagai hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat, namun rupanya warning tersebut masih saja diabaikan pihak-pihak tertentu. Buktinya dalam perayaan 1 Desember kemarin, dilaporkan Bendera Bintang Kejora itu tetap berkibat di 4 titik. Dari pengibarabn itu, 2 warga ditangkap.
Berkibarnya Bintang Kejora di 4 Titik ini, tentu sangat disayangkan. Sebab, sebelumnya Dewaan Adat Papua (DAP) melalui ketuanya, Forkorus Yoboisembut menyatakan tidak akan ada pengibaran bendera bintang kejora dalam peringatan 1 Desember.
Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto membenarkan adanya pengibaran bendera bintang kejora tersebut. "Keempat titik tempat pengibaran bendera bintang kejora tersebut, antara lain, di Manokwari, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Nabire. Dua warga kami tangkap terkait kasus pengibaran bendera bintang kejora tersebut," ungkap Kapolda saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos semalam
Kapolda mengatakan pengibaran bendera bintang kejora pertama dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab di Manokwari, Senin (1/12) sekitar pukul 03.40 wit bertempat di dekat rumah Tokoh TPN/OPM, Jhon Warijo.
"Polisi setempat berhasil menangkap seorang warga terkait pengibaran bendera bintang kejora tersebut," ujar Kapolda Bagus Ekodanto.
Sementara itu, pengibaran kedua terjadi di Timika, Kabupaten Mimika yang diketahui oleh salah seorang pilot Helycopter sekitar pukul 05.30 wit. Hanya saja, pada saat anggota Polres Mimika berangkat ke tempat kejadian perkara (TKP) sekitar pukul 07.00 Wit, bendera yang dikibarkan tersebut sudah tidak ada.
Namun, Kapolda mengatakan bahwa orang-orang yang diduga pelakunya sudah diketahui, bahkan 1 orang warga telah ditangkap terkait dengan pengibaran bendera bintang kejora itu.
Pengibaran bendera bintang kejora yang ketiga berada di sebuah kampung di Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire, sekitar pukul 06.00 wit yang ditemukan kali pertama oleh anggota Brimob setempat, kemudian langsung diamankan.
Sedangkan pengibaran di Paniai, jelas Kapolda Bagus Ekodanto, dilakukan di Markas TPN/OPM, Tadius Yogi yang berada di atas gunung yang sulit dijangkau, sekitar pukul 11.30 wit.
"Mereka mengadakan upacara mulai pukul 11.30 wit hingga pukul 13.00 Wit. Kapolres Paniai sudah menghimbau kepada mereka untuk diturunkan, lalu mereka menurunkan bendera tersebut sekitar pukul 13.30 wit," ungkap Bagus Ekodanto.
Meski ada pengibaran bendera bintang kejora tersebut, Kapolda Bagus Ekodanto mengakui bahwa secara keseluruhan kondisi dan situasi kamtibmas di wilayah hukum Polda Papua yang meliputi 2 wilayah administratif yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam keadaan aman. Namun, pihaknya tetap mewaspadai terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebelumnya ada isu-isu akan adanya penyerangan di pos-pos TNI dan Polri menjelang peringatan 1 Desember tersebut, diakui Kapolda Bagus Ekodanto, sejauh ini tidak ada.
Kapolda Bagus Ekodanto mengatakan bahwa masyarakat tampaknya sadar dan mengetahui bahwa dengan adanya kelompok tertentu yang menyatakan Papua merdeka dengan bendera bintang kejora sebetulnya, tidak membuat masyarakat terpancing.
Apalagi, saat ini situasi di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam keadaan yang kondusif seperti sekarang ini. "Bendera dipasang secara sembunyi-sembunyi dan masyarakat sendiri yang justru melaporkan kepada aparat kepolisian," katanya. Soal situasi di Sentani, Kabupaten Jayapura, tepatnya di pendopo rumah Alm. They Eluay yang dijadikan sebagai pusat kegiatan ibadah dalam peringatan 1 Desember tersebut, menurut Kapolda juga berlangsung dengan aman.
Sementara itu, Kapolres Manokwari AKBP Pit Wahyu yang dikonfirmasi koran ini, Senin (1/12) di ruang kerjanya membenarkan adanya bendera bintang kejora yang diikat di tiang bambu dan dipasang di Honai. Sayangnya, orang nomor 1 dijajaran Polres Manokwari ini tidak mengijinkan wartawan untuk memotret barang bukti tersebut. "Ia bendera bintang kejora ada dipasang di honai dengan menggunakan bambu, tapi pelakunya kita tidak tahu. Barang bukti sudah kita amankan,"tuturnya.
Diakui, saat itu sekitar pukul 03.00 WIT dini hari ia bersama anggotanya sedang melakukan patroli keliling kota Manokwari. Tidak lama kemudian kembali ke Mapolres, saat itu juga ia melihat ke arah laut dan melihat ada 2 buah perahu yang mencurigakan. Sehingga pihaknya langsung memerintahkan anggotanya untuk mengecek tempat sandar perahu tersebut untuk dilakukan pemeriksaan.
Anggota yang diperintahkan mengecek perahu tersebut langsung menuju ke arah Kwawi karena perahu tersebut menuju Kwawi. Kapolres mengaku tidak bisa melihat perahu tersebut secara jelas karena gelap disertai dengan hujan. Tetapi yang jelas perahu tersebut datang dari arah sekitar Sanggeng. Sinar lampu dari perahu yang hanya menyala sesekali membuat pihaknya semakin curiga.
Setelah anggota Patroli tiba di jembatan tersebut tidak lagi melihat perahu yang sedang sandar. Tetapi polisi langsung menyaksikan sebuah bendera bintang kejora berkibar. Bendera tersebut diikat di bambu bulat kecil dan dipasang di Honai yang ada disekitar jembatan tersebut. Kemungkinan kata Kapolres para pelaku usai memasang langsung pergi. Sehingga tidak kedapatan oleh anggota yang melakukan patroli. "Mereka kelihatannya cepat sekali, apalagi saat itu kita masih siap-siap mereka sudah hampir sandar,"tuturnya lagi.
Melihat bendera tersebut, anggota polisi langsung mengamankan BB bendera bintang kejora ke Mapolres. Mengenai adanya indikasi dari oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan 1 Desember untuk mengibarkan bendera bintang kejora, Kapolres mengatakan tidak bisa dipastikan, karena tidak ada saksi yang melihat pelaku yang memasang bendera tersebut. Sehingga penyelidikannya tidak bisa dilanjutkan. Kapolres juga yakin tidak akan ada kejadian yang sama dihari-hari yang akan datang, kecuali momen tahun depan.(bat/sr)

Dua Pengibar Bintang Kejora Tetap Diproses

Sementara itu, dua orang warga pelaku pengibaran bendera bintang kejora yang ditangkap polisi di Manokwari dan Mimika, Provinsi Papua pada 1 Desember 2008 lalu, tetap diproses hukum.
"Keduanya saat ini sedang menjalani pemeriksaan secara intensif di Polres Manokwari dan Polres Mimika," kata Paulus Waterpauw kepada Cenderawasih Pos, Selasa (2/12) kemarin.
Menurutnya, kedua pelaku masih menjalani pemeriksaan secara intensif oleh penyidik polres setempat, dengan status masih sebagai saksi, namun arah pertanyaan sudah mengarah ke tersangka. "Pelaku pengibaran bendera bintang kejora di Manokwari, diketahui berinisial RL, sedangkan di Timika disinyalir pelakunya adalah seorang pegawai, tapi bukan PNS," ujar Paulus Waterpauw.
Terkait dengan kasus tersebut, pihaknya memberi arahan dan petunjuk teknis-teknis pasal pembuktian kepada penyidik Polres setempat, dalam membackup polres setempat dalam melakukan penanganan kasus dugaan makar tersebut.
Arahan ini, melalui TR (telegram) dalam kasus dugaan makar atau keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan penghasutan yang dilanjutkan kepada penyidik di 2 polres tersebut.
"Kami juga berikan petunjuk untuk keterangan ahli dari saksi ahli hukum pidana, ahli tata negara dan ahli bahasa," ujarnya.
Secara khusus, kata Paulus Waterpauw, pihaknya memberikan petunjuk penanganan kasus dugaan makar tersebut untuk Polres Manokwari, Polres Mimika dan Nabire.
Sebelumnya, 1 Desember 2008 yang disebut-sebut Hari Kemerdekaan Papua tersebut, ada 4 titik pengibaran bendera bintang kejora, antara lain di Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Sorong.
Di Mimika, pengibaran di lakukan sekitar pukul 06.00 Wit, namun setelah polisi ke TKP, bendera sudah tidak ada, tetapi polisi berhasil menangkap seorang warga. Di Manokwari, pengibaran terjadi sekitar pukul 04.30 wit di dekat tokoh TPN/OPM Jhon Warijo, sedangkan di Paniai pengibaran bendera dilakukan di Markas tokoh TPN/OPM Tadius Yogi yang berada di puncak gunung dan sulit terjangkau sekitar pukul 11.30 Wit melalui upacara, namun setelah Kapolres Paniai memberikan pengarahan agar diturunkan, akhirnya sekitar pukul 13.30 wit bendera diturunkan dan di Nabire pengibaran sekitar pukul 06.00 wit di sebuah kampung di Distrik Wanggar. (bat)

Buchtar Akan Ditangkap! Waterpauw: Terindakasi Lakukan Tindakan Makar "(Buctar: Sebagai Warga yang Baik, Saya Siap Diperiksa)"


JAYAPURA-Buchtar Tabuni, Ketua Panitia IPWP (Internasional Parlementary of West Papua) di Papua, akan ditangkap jajaran Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Papua. Penangkapan ini lantaran yang bersangkutan diduga telah terindikasi melakukan kegiatan tindak pidana makar.
Sebenarnya, rencana penangkapan Buchtar Tabuni ini, akan dilakukan Ditreskrim Polda Papua pada saat 1 Desember 2008 dalam peringatan hari yang disebut-sebut sebagai hari kemerdekaan Papua di Makam Theys Hiyo Eluay di Sentani, Senin (1/12) kemarin. Hanya saja, polisi masih mempertimbangkan situasi keamanan pada saat sebagian masyarakat menggelar peringatan 1 Desember tersebut.
Direskrim Polda Papua, Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (2/12) kemarin membenarkan tentang rencana penangkatan Buchtar tersebut.
Bahkan, Paulus Waterpauw mengakui telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Buchtar Tabuni. "Senin saat peringatan di Sentani, kami berupaya untuk melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan. Surat perintah penangkapan sudah saya keluarkan sejak Minggu (30/11) lalu," tegasnya.
Rencana penangkapan terhadap Buchtar Tabuni ini, jelas Direskrim Paulus Waterpauw, karena pihaknya sudah memiliki alat bukti bukti yang sah. Antara lain, keterangan saksi, ahli, surat/dokumen, petunjuk dan keterangan tersangka sesuai pasal 184 KUHAP.
"Kami beranggapan bahwa sudah cukup unsur perbuatan yang disangkakan kepada yang berangkutan, sehingga kami keluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya," ujarnya.
Buchtar Tabuni dalam hal ini, disangka telah melakukan perbuatan makar sesuai yang diatur dalam pasal 106, 107 dan 110 KUHP dan penghasutan pasal 160 KUHP.
Direskrim mengakui pihaknya berupaya melakukan upaya paksa alias penangkapan terhadap yang bersangkutan pada 1 Desember di Sentani, Kabupaten Jayapura. Hanya saja, momentnya tidak tepat dimana sempat ada reaksi, terkait rencana penangkapan Buchtar Tabuni itu.
"Saat itu, kami bangun komunikasi bersama dengan pengacaranya, Mama Yosepina dan Thaha Alhamid dimana mereka minta untuk tidak ditangkap, tapi akan dihadirkan ke Polda Papua pada Rabu (3/12) hari ini," tandasnya.
Direskrim mengatakan, rencana penangkapan terhadap Buchtar Tabuni ini, terkait kasus serangkaian dugaan makar yang terjadi saat demo di Expo Waena, 16 Oktober 2008 lalu, dimana saat itu, Buchtar Tabuni berperan sebagai Ketua Panitia IPWP yang menghimpun massa dan menghasut untuk menentang pemerintahan yang sah alias makar.
Tidak hanya itu, Buchtar Tabuni juga diduga telah melakukan tindakan makar yakni memasang spanduk di Makam Theys Hiyo Eluay yang intinya Papua Zona Darurat, artinya Papua dalam keadaan darurat, padahal tidak. "Jadi, kami tingkatkan statusnya yang semula jadi saksi menjadi tersangka," tegasnya.
Sebelumnya, dalam kasus demo di depan Expo Waena, 16 Oktober lalu, Buchtar Tabuni sempat dimintai keterangan penyidik Ditreskrim Polda Papua sebagai saksi dalam kasus dugaan adanya makar dalam aksi demo tersebut.
Menurut Direskrim Paulus Waterpauw pihaknya sudah berupaya melakukan langkah-langkah sesuai dengan hukum yang berlaku yakni sesuai dengan pasal 184 KUHAP. "Jadi, tinggal keterangan tersangka saja," ujarnya.
Ditanya apakah ada orang lain di balik Buchtar Tabuni? Direskrim Paulus Waterpauw untuk membuktikan hal itu, tergantung pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Ditreskrim Polda Papua.
"Bisa saja dia sebagai pelaksana, karena tidak tertutup kemungkinan ada orang yang mendalangi kasus dugaan makar dan penghasutan tersebut," ujarnya.
Untuk itu, Paulus Waterpauw menambahkan bahwa yang bersangkutan datang menghadap penyidik Ditreskrim Polda Papua untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. "Kami harapkan Buchtar Tabuni datang sesuai dengan komitmen di Sentani, Senin kemarin," imbuhnya.
Sementara itu, Buchtar Tabuni yang dikonfirmasi soal rencana penangkatan dirinya, mengatakan hingga kemarin ia belum menerima surat pemanggilan dari pihak kepolisian terkait rencana penangkapan itu.
"Saya tidak tahu dan belum baca sampai sekarang, panggilan pertama kedua juga tidak pernah. Tapi jika kasus 16 Oktober lalu sudah pernah saya dipanggil dan diperiksa," tutur Buchtar dengan nada datar via telepon, Selasa (2/12).
Pria yang suka menggunakan kacamata hitam dengan style pakaian army ini melihat ada upaya untuk menangkapnya sewaktu ibadah bersama 1 Desember lalu, namun batal dilakukan.
"Ini tidak jelas 1 Desember mereka mau masuk ke lapangan (makam Theys) untuk menangkap saya, saya sendiri tidak mengetahui kenapa," ujarnya memberikan pembelaan dan menegaskan akan tetap menolak pemanggilan paksa tadi dengan alasan tidak memiliki dasar.
Hanya saja pemuda yang pernah menamatkan study di luar Papua ini bersedia untuk dipanggil jika dilakukan dengan cara yang baik.
"Oh tentu saya siap diperiksa karena itu kewajiban sebagai warga yang baik tapi selama pemanggilan itu jelas dan memiliki dasar," tambah Buchtar.
Ia juga menepis omongan Kapolda yang mengatakan bahwa hanya 2 mahasiswa yang exodus masuk ke Papua itupun dengan alasan ikut perayaan Natal.
Pernyataan kapolda tersebut dianggap bohong belaka mengingat saat ini terdapat ratusan yang berkumpul belum lagi dengan rencana kepulangan 917 mahasiswa dari Manado Sulawesi Utara."Tujuan kemari adalah komitmen untuk keprihatinan soal Papua disamping merasa terancam," papar Buchtar yang juga menjelaskan digelarnya sejumlah tenda penampungan. Buchtar juga sesumbar bahwa laporan terakhir terdapat 30.000 mahasiswa asal Jakarta yang siap untuk kembali ke Papua.
"Selama tuntutan kami soal kedaulatan bangsa Papua belum diterima yah tergantung komitmen anak-anak karena masing-masing kota studi ada koordinatornya," katanya.
Ia juga meminta Tom Beanal selaku Presidium Dewan Papua (PDP) tidak hanya mengeluarkan statemen sebatas deklarasi untuk menutup PT Freeport tetapi harus ada surat keputusan selaku komisaris untuk menutup. Alasannya adalah PT Freeport dianggap awal bentuk pelanggaran HAM di Papua ."Kenapa ditandatangani dan ada kontrak kerja sementara status Papua belum jelas," tanyanya.(jim/ade)

Massa Bertahan di Makam Theys: "Tunggu Sampai Ada Pernyataan Resmi dari Tom Beanal"

SENTANI-Meski kegiatan 1 Desember yang disebut-sebuat sebagai HUT Kemerdekaan Papua Barat, namun massa (30-an orang) kini masih memilih tetap bertahan di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia (memori park Papua freedom and human rights abuses) di Sentani.
Massa yang bertahan ini menempati beberapa tenda yang sengaja dibangun di tempat tersebut, tepatnya di belakang makam Theys Eluay.
Kelompok massa ini mengaku sebagian merupakan mahasiswa yang melakukan eksodus dari Sulawesi. Dan yang lainnya merupakan panitia pelaksanaan HUT kemerdekaan Papua Barat 1 Desember lalu. Mereka memilih bertahan sampai ada statemen dari Pemimpin Besar Bangsa Papua, Tom Beanal soal PT Freeport Indonesia.
Selain itu mereka juga memilih bertahan hingga ada pengakuan dari NKRI tentang
kedaulatan Papua Barat.
Kelompok massa pimpinan Markus Haluk dan Buchtar Tabuni ini, bahkan berencana akan membangun sejumlah tenda mengelilingi setiap sudut lapangan tersebut. Hal tersebut seperti ditegaskan Buchtar Tabuni saat jumpa pers di salah satu tenda yang berada di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia.
"Kami tetap akan berada di sini dan membangun tenda lainnya hingga ada pernyataan resmi dari Pemimpin Besar Bangsa Papua Tom Beanal untuk melakukan Penutupan Operasi PT Freeport, dan pengakuan Pemerintahan NKRI tentang kedaulatan Papua Barat," ujar Buchtar serius.
Karena menurut Buchtar, aksi sikap yang mereka ambil ini merupakan tindak lanjut dari Deklarasi yang telah dibacakan pada perayaan 1 Desember lalu.
Selain itu Buchtar mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan terpaksa mengambil sikap menduduki lokasi makam Theys, karena saat ini tanah Papua berada pada zona darurat. Karena menurut Buchtar, seluruh mahasiswa yang menuntut ilmu di luar pulau Papua mendapat intimidasi besar-besaran, baik dari Pemerintah maupun dari masyarakat setempat.
Pernyataan itu langsung dibenarkan oleh Ketua Tim Eksodus Mahasiswa Sulawesi Utara, Hendrik. Dimana Hendrik mengatakan bahwa pemukiman berupa gubuk-gubuk dan beberapa asrama tempat mereka berada digusur oleh pihak Pemerintah Sulawasei Utara tanpa melakukan kompromi dengan mereka yang dibarengi dengan intimidasi. "Tanpa melakukan kompromi dengan kami lagi mereka langsung menggusur gubuk-gubuk kami, dan beberapa asrama. Untuk itu, dari pada kami sengsara disini kami siap tutup buku dan pulang ke Papua,"ujarnya.
Hendrik juga menyayangkan sikap Kapolda Papua yang menyatakan bahwa mahasiswa yang melakukan eksodus hanya 2 orang, padahal setahu dirinya sebagai koordinator kepulangan mahasiswa se-pulau Sulawasi Utara bahwa total mereka yang sudah pulang adalah 917 orang,113 diantaranya kini berada dengan masing-masing keluarga di Jayapura.
"Saya heran Kapolda bilang yang pulang hanya 2 orang, padahal setahu saya sebagai koordinator bahwa kami yang pulang adalah 917 orang," jelasnya.
Sementara Ketua Forum Pepera Konsulat Indonesia Viktor F Yeimo mengatakan bahwa salah satu rencana kepulangan mahasiswa asal Papua karena selalu mendapat teror dan intimidasi dari beberapa oknum-oknum tertentu. Selain itu, kepulangan mereka juga karena peduli terhadap persoalan negeri.
Dan dirinya sebagai salah satu koordinator kepulangan mahasiswa Jawa-Bali mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekannya sekitar 30 ribu orang sudah berpamitan di istana Presiden beberapa waktu lalu pada suatu aksi orasi yang mereka lakukan, dan kepulangan mahasiswa se-Jawa-Bali kini sedang dalam persiapan.(jim)

30 November 2008

Kasus Bentrok TNI- Brimob di Wamena Direkonstruksi di Jayapura

JAYAPURA-Kasus bentrok antara oknum anggota TNI dari Yonif 756/WMS dengan anggota Brimob Polda Papua yang menewaskan 1 anggota bernama La Harirabu dan melukai 2 anggota Brimoba Bripka Ercik Alfons dan Briptu Jasman, Jumat (31/10) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, kini proses penyidikannya telah memasuki tahap resume. Bahkan untuk melengkapi pemberkasan tersebut, dalam minggu ini kasus tersebut akan segera direkontruksi di Jayapura.
Danpomdam XVII/Cenderawasih Letkol CPM M Gultan mengungkapkan, setelah dilakukan proses penyidikan dan pemberkasan berita acara pemeriksaan (BAP) secara marathon, kasus ini telah memasuki tahap resume dan berkasnya akan segera diserahkan ke Oditur Militer Jayapura untuk diproses hukum lebih lanjut.
" Selama proses penyidikan dilakukan, kami tidak menghadapi kendala. Hanya saja untuk keperluan tambahan keterangan saksi-saksi terutama dari anggota Brimob yakni Bripka Erick Alfons dan Briptu Jusman agak sedikit lambat karena harus menunggu sampai kondisinya sembuh,"tutur M Gultan saat ditemui Cenderawasih Pos usai mengikuti olahraga jalan santar bersama TNI/Polri di Lapangan Brimob Kotaraja, Sabtu (29/11) kemarin.
Untuk kepentingan tambahan keterangan dua saksi itu, pihaknya tidak meminta mereka ke Wamena untuk memberikan keterangan kepada penyidik Pomdam, tapi pihaknya lebih memilih menempuh cara menjemput bola. Jadi penyidik langsung mendatangi dua saksi itu di Markas Brimoba untuk diminta keterangannya.
Pertimbangannya, jika rekontruksi dilakukan di Wamena akan membutuhkan biaya yang cukup besar karena untuk memobilisasi para saksi harus menggunakan transportasi udara. Jika tidak ada kendala, rekontruksi akan dilaksanakan dalam minggu pertama Desember.
Disinggung perkembangan jumlah tersangka, menurut M.Gultan masih tetap 10 orang. Hanya saja, kesepuluh tersangka itu memiliki kategori yang berbeda mengenai pelanggaran yang dilakukan. " Ada tingkatannya antara tersangka 1 hingga 10. Sehingga pasal-pasal KUHPM yang dikenakan terhadap mereka ini tidak sama. Prinsipnya setelah proses penyidikannya selesai, berkasnya akan segera dilimpahkan ke Oditur Militer," terangnya. (mud)

Jaket Bergambar Bintang Kejora Ditemukan di LP Abe


JAYAPURA-Menjelang 1 Desember, aparat kepolisian Polresta Jayapura tampaknya tidak ingin kecolongan dengan pengibaran bendera bintang kejora seperti yang dilakukan Filep Karma di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura pada tahun 2006 lalu.
Untuk itu, malam menjelang 1 Desember 2008, Minggu (30/11) malam sekitar pukul 21.00 wit, Polresta Jayapura melakukan razia di LP Abepura tersebut, yang dipimpin Wakapolsekta Abepura, Iptu Peterson Kalahatu dan Kaur Bin Ops Satuan Reskrim Polresta Jayapura, Iptu Yudha Pranata.
Hanya saja, saat petugas masuk ke dalam LP Abepura, Kalapas Abepura, Antonius M Ayorbaba SH, MSi tidak mengijinkan wartawan masuk meliput langsung kegiatan razia tersebut.
"Mohon maaf, kami tidak ijinkan rekan wartawan masuk ke dalam. Nanti saja setelah selesai razia," kata Kalapas Ayorbaba kepada wartawan.
Kalapas menjelaskan bahwa saat ini, penghuni LP Abepura yang memiliki kapasitas 230 orang ini, terisi narapidana sebanyak 128 orang dan tahanan sebanyak 89 orang. "Total ada 217 orang penghuni LP," ujarnya.
Para penghuni LP ini, khusus narapidana politik antara lain, Filep Karma dan Yusak Pakage. Sedangkan, narapidana yang terkait kasus 16 Maret di Uncen Abepura yang menewaskan 4 anggota Brimob dan 1 anggota TNI AU ini, antara lain, Selvius Bobby, Kosmos Yual, Elias Tamaka, Pieter Buiney, Patrick Aronggear, Mathias Dimara, Nelson Rumbiak, Feri Pakage, Mon Jefri Pawika dan Ricky Jitmau masih ada di dalam.
"Mereka masih ada di dalam," ujar Kalapas Ayorbaba.
Sekitar pukul 23.00 wit, petugas Polresta Jayapura yang melakukan razia sudah selesai dan keluar dari ruangan tahanan LP Abepura. Petugas tampak membawa barang bukti berupa 2 palu, 1 skop, 1 sendok garpu, gergaji dan pisau serta potongan kayu.
Petugas tampak melihat isi keresek plastik warna putih hasil razia tersebut beberapa barang bukti yang dibawa petugas, termasuk jaket warna putih bergambar bendera bintang kejora.
"Tidak ada ditemukan yang lain, hanya jaket bergambar bendera bintang kejora saja dan alat tukang," ujar sebuah sumber usai pemeriksaan di ruang tahanan.
Sementara itu, Kalapas Abepura, Antonius Ayorbaba saat dihubungi Cenderawasih Pos semalam mengakui adanya penemuan berbagai peralatan tukang yang ada di dalam LP Abepura dalam razia tersebut.
"Kami akan cek dari blok mana saja peralatan tukang itu," ujar Kalapas.
Kalapas juga membenarkan adanya temuan jaket warna putih yang ditemukan adanya gambar bendera bintang kejora tersebut, hanya saja siapa pemiliknya, Kalapas mengakui belum mengetahui secara pasti. "Saat ditemukan, tidak ada yang mengaku siapa pemiliknya, sehingga kami akan cek," imbuh Kalapas Ayorbaba. (bat)