Dua korban kekerasan kelompok John Key Cs siap memberikan kesaksian tentang insiden "potong jari" yang menimpa mereka. Ada apa di balik peristiwa di Tual, Maluku Tenggara, yang sidang pengadilannya dipindahkan ke Surabaya itu?
KARDONO SETYORAKHMADI, Surabaya-YEMRI Refra, 24, dan Charles Refra, 22, mengaku masih agak lelah setelah perjalanan jauh dari Maluku. Namun, saat ditemui Jawa Pos (Grup Cenderawasih Pos) di sebuah tempat di Surabaya tadi malam, keduanya bersemangat ketika bercerita soal kasusnya dengan John Key.
''Pernah minta damai. Tapi, beta tak kasih. Ini harus selesai di pengadilan,'' kata Yemri Refra, salah seorang korban yang jarinya dipotong. ''Kalau John Key bilang ada adat potong jari, maka beta tegaskan, tidak ada adat itu,'' sambung Charles Refra.
Keduanya kemudian bercerita secara rinci mengenai malam mengenaskan itu. Kata Yemri, peristiwa nahas itu dimulai pada 18 Juni 2008 lalu. Saat itu ada insiden di kampung mereka, Tual, Maluku Tenggara. ''Memang ada keributan, tapi saya tak tahu apa-apa,'' ucapnya.
Konflik internal di keluarga Refra itu kemudian dilerai Yohanis Refra. ''Namun, Yohanis kemudian melapor ke ibu John Key, kalau sayalah biang keladinya. Padahal, saya tidak tahu apa-apa,'' tuturnya. Kabar yang berkembang, Yemfi dituding mengancam menghabisi bapak John Key itu.
Kabar itu kemudian terdengar di telinga John Key alias John Refra yang saat itu berada di Jakarta. Dia kemudian datang ke Tual dan membuat janji bertemu dengan Yemfri. Pada 19 Juli 2008 keduanya bertemu di rumah salah seorang keluarganya.
''Pas saya di rumah, tiba-tiba dia (John Key) datang dan langsung memukul saya. Dia menuduh saya mau membunuh dia punya bapak,'' tutur Yemfri dengan logat Maluku yang kental.
Yemfi langsung berkata, "Bu (Kakak, Red), bukan saya!" Tapi, John Key terus memaki dan kemudian menendang ulu hati Yemfri. Setelah itu, turun pula Fransiscus Refra alias Tito Refra, yang tak lain adik John Key. Sempat terjadi pergumulan antara Tito dan Yemri, namun kemudian turun lagi Pedro Tanlain -anak buah John Key- seraya membawa parang.
Melihat parang itu, Yemfi langsung menghentikan perlawanan. Dengan mudah dia diseret ke dalam mobil. Yemfi kemudian dibawa ke rumah Tito. Sepanjang perjalanan sekitar tiga kilometer itu, setiap kata pembelaan Yemfri dibalas dengan jotosan John Key.
Rombongan itu tiba di rumah Tito sekitar tengah malam. Tetap saja Yemri dituduh mau menghabisi bapak John Key, tapi tetap pula Yemfri membantah dan berkata, "Bu, bukan saya". Meski begitu, tetap pula makian dan tendangan mampir ke sekujur badannya. Hampir semua orang yang ada di sana menganiaya Yemfri. ''Yang saya ingat adalah Pedro Tanlain, Obut Renfra, Ifo Rahantoknam, dan Antonius Tanlain,'' ceritanya.
Ketika terjatuh, John Key masih terus menganiaya. Bahkan, batu dan bangku dipukulkan John Key ke tubuhnya. Selanjutnya, Yemfri diseret dan John Key menempelkan sebilah parang ke lehernya. ''Tebas leher kau. Kau mau bunuh beta punya bapak!" kata John Key. Namun, si adik, Tito, punya ide lain.
''Jangan, Bu. Jangan potong leher, potong jari saja,'' ucap Tito seperti yang ditirukan oleh Yemfri. Selanjutnya, Yemfri meletakkan tangan kirinya ke meja. Namun, kemudian diteriaki oleh Tito. ''Tak usah tangan kiri, pakai tangan kanan''.
Yemfri berusaha tegar dan bahkan bertanya, ''Bu, satu jari atau semua?'' ucapnya. ''Tak usah pakai tanya-tanya,'' bentak Tito. Dia kemudian menebaskan parangnya. Namun, jari itu tak langsung patah. Selanjutnya, Tito meminta parang baru, kemudian menebas lagi. Akibatnya, jari telunjuk, tengah, dan jari manis pria yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan itu putus. Darah segar menyembur.
John Key kemudian menendang meja itu sehingga Yemfri, meja, dan potongan jari-jari tersebut ikut terlempar. Selanjutnya, Yemfri bersama Charles -yang jarinya sudah dipotong terlebih dahulu- dibawa ke Hotel Felia di Kota Tual. Di dalam kamar itu, Yemfri sempat dipukul dengan kunci oleh John Key hingga kepalanya berdarah. Setelah mata, tangan, dan kakinya dilakban, Yemfri dibuang di depan rumah Damianus Refra di kawasan Ohebun. ''Damianus itu merupakan bapak angkat saya,'' ucapnya.
Seperti Yemfri, pengalaman yang menimpa Charles Refra tak kalah berat. Bahkan, Charles hingga tadi malam tetap tak mengetahui kenapa jarinya dipotong oleh John Key cs. ''Malam itu (19 Juli 2008), saya berada di rumah Damianus Refra. Saya asyik main kartu dengan teman saya,'' katanya. Tiba-tiba saja, muncul John Key bersama sejumlah orang. Katanya, mereka masuk begitu saja dan langsung bertanya, "Ada yang namanya Charles?".
''Saya langsung kasih muka. Ingin tahu kan siapa yang mencari?'' ucap pria yang istrinya tengah mengandung lima bulan itu. Tiba-tiba bogem mentah dari John Key melayang. Saking kerasnya, Charles langsung terbanting ke tanah. ''Bu, salah saya apa?'' ujarnya.
Tetap saja, yang diterima Charles bukan jawaban. Tapi, makian dan sebuah injakan keras di dadanya. Tanpa banyak kata, Tito Refra dan sejumlah temannya langsung menyeret Charles ke dalam mobil. Malam itu pula, Charles dibawa ke rumah Tito Refra.
Cerita selanjutnya kurang lebih sama dengan nasib yang dialami Yemfri. Hanya, Charles benar-benar tak mengetahui sedikit pun alasan dirinya juga jadi sasaran. Bahkan, ketika tangan kanannya disiapkan di meja, Charles mengaku takut dan bingung. ''Bu, berapa jari?'' tanyanya. Namun, seperti Yemfri pula, Tito menjawabnya dengan makian dan bentakan.
Tito kemudian meminta parang dari Ifo Rahantoknam. Parang itu diangkat tinggi-tinggi dan ditebaskan ke jari-jari Charles. ''Sakit rasanya,'' katanya tentang kejadian mengerikan tersebut. Namun, itu hanya awal dari sakit yang lebih pedih karena jari-jari Charles belum terpotong.
''Lalu, ditatah seperti ini,'' ucap Charles seraya menirukan tukang mi mencacah sayuran. Akibatnya, jempol, jari manis, dan jari kelingking Charles hilang. Setelah itu, Charles dibawa ke bagian belakang rumah untuk dilakban kaki dan tangannya.
Pas kembali ke depan, Charles melihat Yemfri baru saja "dieksekusi" jarinya. Dengan kondisi kaki dan tangan dilakban, keduanya dimasukkan mobil dan dibawa ke Hotel Felia. Cerita selanjutnya, keduanya "dibuang" begitu saja di depan rumah Damianus Refra sore sekitar pukul 17.00.
Setelah berembuk dengan keluarga, keduanya langsung melapor ke Polsek Kei Kecil dan polres setempat. Namun, laporan tersebut tidak mendapat tanggapan berarti. ''Baru dua minggu kemudian, setelah Kapolda sendiri turun tangan, kasus kami ditangani,'' katanya.
Yemfri dan Charles mengaku pernah ditawari penyelesaian damai, tapi keduanya sepakat menolak.''Tidak bisa seperti itu. Saya sudah cacat dan tak bisa bekerja,'' tegas Yemfri. (el)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment