[JAKARTA] Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan pembahasan dan merevisi Rancangan Undang-undang (RUU) inisiatif pembentukan empat provinsi baru dan tiga kabupaten di Papua. Inisiatif pemekaran provinsi dan kabupaten itu bukan aspirasi Majelis Rakyat Papua (MRP) dan dinilai cacat karena melanggar Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua.
Bergulirnya rencana pemekaran empat provinsi, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan Papua Barat, serta tiga kabupaten yakni Pegunungan Arfak, Grime Nawa dan Manokwari Selatan, dinilai bermuatan politik menjelang Pemilihan Umum 2009. Pemekaran itu dilakukan untuk memperbesar wilayah pemilih.
Hal itu mencuat dalam diskusi soal pemekaran Papua yang digelar oleh SNUP di Jakarta, Selasa (29/1).
Hadir dalam diskusi itu antara lain Ketua SNUP Bonar Tigor Naipospos, anggota DPR Komisi VII Simon Patrice Morin, Adriana dari Pusat Penelitian Politik LIPI, dan tokoh masyarakat Papua, Pendeta Philip Erari.
"Proses ini (pembahasan RUU Inisiatif DPR) harus dikoreksi karena telah diambil langkah-langkah tanpa konsultasi dengan yang mewakili daerah. Nanti saya akan melakukan secara tertulis, mengirim surat ke Komisi II yang sudah mengusulkan RUU tersebut," ujar Simon Patrice Morin.
Sebenarnya, ujar Morin, ia mengaku kaget adanya inisiatif pemekaran daerah yang diambil oleh DPR. Padahal, Papua merupakan daerah Otsus yang memiliki MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Dalam UU Otsus bagi Papua ditegaskan bahwa untuk pemekaran provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, dan kemampuan ekonomi serta perkembangan di masa datang.
Hal itu menyebabkan RUU Inisiatif DPR tentang pemekaran provinsi di Papua dinilai tidak menghormati UU Otsus, juga MRP dan DPRP. Morin bahkan menyesalkan ketidaktahuan beberapa anggota Komisi II DPR terhadap ketentuan dalam UU Otsus tersebut.
Sedangkan menurut Bonar, rakyat Papua tidak membutuhkan pemekaran melainkan peningkatan taraf kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, dan program pengentasan kemiskinan. "SNUP menengarai ada kolaborasi antara segelintir anggota DPR dengan elite lokal politik Papua yang bermotif pada kekuasaan dan uang," kata Bonar.
Terkait pelaksanaan Otsus bagi Papua, Adriana menilai seharusnya dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Otsus itu. Selama ini, sambungnya, memang ada evaluasi yang digelar tetapi tidak menyeluruh. Padahal, dengan evaluasi tersebut dapat diketahui apakah ada perkembangan yang signifikan di Papua.
Simbol
Selain menyoroti RUU Inisiatif DPR, SNUP juga menyoroti Peraturan pemerintah Nomor 77/2007 tentang Lambang Daerah. Dalam PP itu, khususnya Pasal 6 ayat (4) disebutkan bahwa lambang daerah tidak boleh mempunyai kesamaan dengan desain atau logo organisasi terlarang atau gerakan separatis di Indonesia.
Dalam bagian penjelasan, logo yang dimaksud adalah logo burung mambruk dan bintang kejora di Papua. Tak ayal, saat ini di Papua, setiap penggunaan logo-logo tersebut, pihak yang menggunakannya langsung ditangkap aparat.
Sumber : www.suarapembaruan.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment