AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

20 October 2008

Buchtar Tabuni Cs Sempat Diamankan

21 Oktober 2008 04:55:26
JAYAPURA - Polisi terpaksa membubarkan konsentrasi massa di Jalan Irian, Pusat Kota Jayapura. Sekelompok massa itu disinyalir akan melakukan aksi demo ke DPR Papua. Bahkan aparat kepolisian yang dibackup TNI ini langsung mengamankan Ketua Panitia Internasional Parlement for West Papua (IPWP) Dalam Negeri, Buchtar Tabuni bersama dengan 15 orang koordinator lapangan (Korlap) sebelum mereka menggelar orasi di Jl Irian, sekitar pukul 10.00 WIT kemarin. Buchtar Tabuni bersama dengan 16 orang lainnya yang belum diketahui identitasnya ini, selanjutnya digelandang ke Mapolresta Jayapura dan diamankan di depan ruangan Satuan Intelkam Polresta Jayapura.Mereka sempat mempertanyakan langkah yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini kepada Wakapolresta Jayapura, Kompol Andreas Paru SH yang memberikan pemahaman secara persuasif, hingga akhirnya Buchtar Tabuni bersama dengan 2 orang temannya dibawa ke Direktorat Reskrim Polda Papua untuk dimintai keterangan sekitar pukul 14.00 Wit. Beberapa pengacara dari ALDP, Latifah Anum Siregar, Kontras Papua, Hari Maturbongs turut mendampingi dalam pemeriksaan tersebut ke Mapolda Papua.Sebelumnya, Buchtar Tabuni mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan pemberitahuan pada 17 Oktober, tetapi hanya sebatas surat pemberitahuan terkait demo tersebut ke Polda Papua. " Sebagai pihak keamanan, mau datang amankan atau tidak, tidak persoalan, yang penting kami sudah beritahukan," katanya.Bahkan, dalam pemberitahuanitu, pihaknya menyampaikan juga rencana aspirasi tersebut, titik kumpulnya dimana dan berapa orang, lengkap sesuai dengan ketentuannya.Tapi, sampai di Jalan Irian, mereka malah diamankan oleh aparat kepolisian, kemudian dipaksa masuk ke mobil polisi dan dibawa ke Mapolresta Jayapura. Buchtar Tabuni juga menjelaskan, IPWP Dalam Negeri dalam rencana aksinya di DPRP ini akan menyampaikan aspirasi yang pada intinya mempertanyakan Pepera 1969 lalu. " Karena ada kesalahan dalam Pepera, sehingga akarnya ini harus diselesaikan. Kalau Indonesia baik, ya mari duduk sama-sama," ujarnya.Salah seorang pengacara dari ALDP, Faisal mengatakan bahwa mereka sudah datang di titik kosentrasi dan siap melakukan demo, namun tiba-tiba polisi datang dan tanpa konfirmasi langsung mengamankan mereka. " Ini tindakan anarkis ini, non prosedural dan ini tidak benar serta kami akan menindaklanjuti," kata pengacara yang mendampingi Buchtar Tabuni ini.Sementara itu, suasana dijalan Irian tampak banyak warga yang masih berkerumun, Melalui pengeras suara, tak henti-hentinya, aparat kepolisian, Brimob dan TNI meminta masyarakat yang berkumpul untuk meninggalkan tempat tersebut. "Kami terpaksa melakukan ini, karena demi keamanan masyarakat semua," ujar polisi dalam pengeras suara yang terus menghimbau masyarakat untuk kembali pulang ke rumahnya masing-masing.Di Polda Papua, Buchtar Tabuni selesai dipanggil penyidik kepada wartawan mengatakan surat panggilan pertama pihaknya berjanji akan memenuhi panggilan penyidik Polda Papua, namun dirinya ditangkap dengan paksa. Bahkan, Buchtar mengaku penangkapan paksa itu membuat dirinya trauma. " Saya pulang untuk istirahat dulu, nanti pada 27 Oktober baru menghadap lagi penyidik sesuai panggilan, sebagai saksi dalam kasus makar pada aksi damai di Expo Waena, 16 Oktober lalu," ujarnya.Buchtar mengaku tidak melakukan tindakan makar, karena jika makar ada pengibaran bendera bintang kejora atau deklarasi dan lainnya. Sementara itu, Latifah Anum Siregar, pengacara Buchtar Tabuni dari ALDP mempertanyakan kepada aparat kepolisian terkait pengambilan dengan paksa terhadap Buchtar Tabuni bersama dengan teman-temannya tersebut di Taman Imbi, Jayapura. " Buchtar sudah cerita, padahal surat tadi penanngungjawabnya bukan klien kami, Buchtar Tabuni. Pemanggilan terkait tanggal 16 Oktober lalu, mestinya harus ada panggilan kedua, kenapa tidak sesuai dengan prosedur pemanggilan saksi. Itu yang membuat kami kecewa," ujarnya.Kapolresta Jayapura, AKBP Roberth Djoenso SH mengatakan pihaknya sudah berupaya melakukan berbagai langkah secara persuasif. "Kami sudah lakukan persuasif, tapi kelihatannya mereka tidak menghargai hukum, ada kesan bahwa mereka menyepelekan dan memaksakan terus kehendak dengan mengabaikan hukum yang berlaku di negara ini," katanya.Untuk itu, pihaknya terpaksa mengambil tindakan yang lebih tegas, karena jika dibiarkan nantinya akan menurunkan kewibawaan pemerintahan Republik Indonesia. Roberth Djoenso mengatakan tindakan-tindakan yang menyimpang terhadap hukum, maka akan berhadapan dengan hukum itu sendiri. "Ya, karena kegiatan mereka tidak ada pemberitahuan. Jadi, mau seenaknya mereka sendiri, dan saya tidak mau kegiatan seperti itu yang nanti ujung-ujungnya timbul bentrokan antara masyarakat dan aparat yang nantinya akan menimbulkan korban, baik dari masyarakat maupun aparat, apalagi kami punya tanggungjawab sebagai komandan untuk mengamankan dan menjaga keselamatan anggota dan masyarakat dan saya tidak mau ada benturan dilapangan, tapi jika terpaksa jika ada benturan kami akan hadapi," paparnya.Kapolresta mengungkapkan dalam pengamanan terhadap rencana demo ini, pihaknya menurunkan 10 SSK, termasuk dari TNI. Apalagi, imbuh Kapolresta berdasarkan laporan anggota di lapangan dari kegiatan razia ternyata ditemukan adanya senjata tajam, ketapel dan lainnya. "Ini sudah tidak benar dan saya pikir mereka ada rencana untuk melakukan perlawanan kepada aparat keamanan," tandasnya.Akhirnya, ke-16 orang tersebut, termasuk Ketua Panitia IPWP Dalam Negeri, Buchtar Tabuni, dilepas oleh penyidik Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Jayapura setelah menjalani pemeriksaan terkait demo tersebut. "16 orang telah kami mintai keterangan, karena membuat aksi tanpa pemberitahuan secara resmi kepada aparat kepolisian karena mereka juga tidak bisa membuktikan dengan adanya STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) dari Polda Papua," ujar Kapolresta.Hal ini dilakukan, kata Kapolresta, pihaknya tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat dimuka umum, apalagi mereka membuat demo yang dapat menjurus disintegrasi bangsa, terlebih di dalam Undang-Undang tentang Penyampaian Pendapat dimuka umum tersebut, salah satunya yang harus ditaati adalah menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Aksi demo ini juga mendapat perhatian dari berbagai pihak, salah satunya dari Politisi muda Papua, yang juga Wakil Ketua DPD PDIP Provinsi Papua Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Hein Ohee. Menurutnya, untuk menyampaikan apirasi apa saja, tidak harus melalui aksi demo, apalagi sampai meresahkan masyarakat. Kondisi ini akan memberi kesan bahwa Papua tidak aman. " Menyampaikan aspirasi tidak harus dengan Demo, bisa disampiakan dalam bentuk penyataan langsung kepada pihak yang dituju," jelasnya kepada Cenderawasih Pos kemarin.Hein Ohee yang nota bene Wakil ketua DPRD Kota ini juga bahkan berani mensinyalir, rencana aksi demo IPWP ini 'diboncengi' kepentingan elit politik untuk memberi kesan bahwa Papua tidak aman dengan tujuan tertentu. " Saya dengar ada akan ada pemeriksaan beberapa pejabat di Papua yang akan dilakukan oleh KPK, kemudian muncul rencana aksi demo ini. Kami mensinyalir ini seperti upaya pengalihan perhatian saja," jelasnya.Hal lainnya, dirinya mengimbau agar masyarakat jangan terpancing dan terprovokasi dengan isu-isu yang tidak jelas. " Masyarakat harus tetap tenang melakukan aktivitas seperti biasa dan jangan mudah terprovokasi dengan informasi yang tidak jelas, yang akhirnya dapat meresahkan dan membuat situasi Papua seolah-olah tidak aman," jelasnya. (bat/luc/tia)

No comments: