AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

20 October 2008

Kecam Campur Tangan Perlemen Inggris

21 Oktober 2008 10:30:02
JAKARTA---Pemerintah bersikap hati-hati terkait gerakan sejumlah elemen Papua yang menuntut referendum. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, berbagai persoalan atau gejolak yang terjadi di daerah yang menimbulkan ancaman bagi keutuhan NKRI harus ditangani melalui dialog dan bukan dengan tindakan kekerasan. “Jika pun ada orang sekali-kali mengibarkan bendera GAM, RMS maupun Bintang Kejora. Sebaiknya ditangani saja secara lunak dan diyakinkan bahwa mereka tidak perlu melakukan itu,” kata Juwono Sudarsono usai pengangkatan dirinya sebagai anggota Kehormatan Pepabri oleh Ketua Umum DPP Pepabri Agum Gumelar di Kantor Dephan, Jakarta kemarin ( 20/10).Juwono menjelaskan, aparat kepolisian maupun TNI hanya dapat dikerahkan jika memang perlu sekali atau sebagai upaya terakhir untuk menetramkan keadaan di lapangan. Sebagaimana yang disampaikan Presiden bahwa penanganan persoalan yang bergejolak di lapangan dilakukan secara dialog terbuka. ”Sebab penanganan di lapangan seringkali menjadi masalah bukan hanya pemberdayaan politik maupun ekonomi tapi juga pemberdayaan budaya dan adat daerah yang harus dihormati,” katanya. Seperti diketahui, pada tanggal 15 Oktober 2008 oleh dua orang anggota Parlemen Inggris Andrew Smith dan Lord Harries yang membentuk International Parlementarians For West Papua. Gerakan itu menginspirasi beberapa elemen rakyat sipil di Papua untuk melakukan demonstrasi dan aksi menuntut referendum ulang di Papua.”Saya merasa yakin selama tidak ada dukungan senjata, finansial maupun organisasi dari luar, maka gejala ini hanya letupan-letupan sementara saja,” katanya. Menhan mengatakan pendekatan dialog, persuasif dan demokrasi dalam menangani persoalan-persoalan yang ditimbul di daerah rawan separatis seperti Aceh, Maluku, Papua maupun gejolak rawan konflik seperti di Poso bukan bentuk kompromi pemerintah tetapi merupakan suatu komitmen bersama dari Presiden. ”Pemerintah mencoba menghidupkan kembali perangkat-perangkat sipil yang bisa mendamaikan sesama golongan masyarakat, sedangkan Polisi dan TNI hanya sebagai pendukung dan pemberdayaan oleh pemerintah sipil,” kata alumnus London School of Political Science , Inggris itu. Ketua Umum Pepabri Jenderal (Purn) Agum Gumelar yang mendampingi Menhan menambahkan, menyikapi situasi yang berkembang di daerah sejak dahulu hingga sekarang aparat keamanan selalu mengedepankan kepada tindakan persuasif, lunak dan menyadarkan serta komunikasi. ”Tapi apabila terjadi ekskalatif yang kemudian mengancam bingkai NKRI secara nyata maka sikap penanganan akan berubah lebih kepada tindakan tegas. Saya rasa sikap pemerintah dalam perintahnya akan berubah tergantung dari situasi dan kondisi,” kata Agum Dari DPR, Komisi I (Bidang Hubungan Luar Negeri)menentang upaya pihak asing untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Pernyataan resmi itu disampaikan Ketua Komisi I Theo L Sambuaga (F-PG) didampingi Wakil Ketua Komisi Arief Mudatsir Mandan (F-PPP), anggota Komisi I Abdillah Toha (F-PAN) dan Marzuki Darusman (F-PG) di ruang wartawan DPR kemarin. ”Komisi I DPR mengecam berbagai upaya pihak asing yang mensponsori kampanye memisahkan Papua dari NKRI seperti yang dilakukan anggota Parlemen Inggris Andrew Smith dan Lord Harries yang membentuk International Parlementarians For West Papua,” kata Theo.Komisi I juga menilai pembentukan Kaukus Parlemen yang bekerjsama dengan tokoh OPM Beny Wenda bertentangan dengan semangat kerjasama internasional antar anggota Parlemen yang dilandasi prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara serta melanggar prinsip Inter Parliamentary Union yang tidak mentolelir upaya separatisme. ”Saat ini rakyat Papua bersama seluruh rakyat Indonesia sedang bekerja keras meningkatkan kesejahteraannya melalui pemberdayaan masyarakat,” ujar Theo.Dia menjelaskan Indonesia senantiasa membuka diri bagi kerjasama internasional dalam pelaksanaan pembangunan nasional, termasuk masukan, saran dan kerjasama dalam membangun Papua disegala bidang. “Akan tetap kami menolak berbagai upaya pihak-pihak termasuk pihak asing yang hendak memisahkan Papua dari NKRI,” tegas Theo.Dalam hubungan ini, Komisi I DPR mengharapkan kewaspadaan dan kegiatan proaktif seluruh perangkat KBRI di luar negeri khususnya Eropa untuk mengikuti perkembangan dan menyebarkan informasi objektif tentang otonomi khusus dan pembangunan di Papua.Abdillah Toha menambahkan, Komisi I tidak reaktif dalam menanggapi upaya pihak asing tersebut dan tidak senang dengan adanya pembentukan parlemen untuk mendukung pemisahan Papua dari NKRI. ”Ini upaya cuma-cuma karena sejarah Papua satu kesatuan dengan NKRI,” katanya.(rdl/dyn/jpnn)

No comments: