AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

29 October 2008

Usia Minimal Pernikahan Perempuan 16 Tahun

Kamis, 30/10/2008 04:06 (GMT+9.5)
TIMIKA – Batas usia minimal pernikahan untuk perempuan adalah 16 tahun sedangkan laki-laki adalah 19 tahun. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun," kata Ketua Pengadilan Agama Negeri Kabupaten Mimika, Drs. Syaifuddin, MH mengutip bunyi Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974.
Ditemui Radar Timika di ruang kerjanya, Rabu (29/10), Syaifuddin kemudian menjelaskan untuk kompilasi hukum Islam, bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun harus mendapatkan izin dari orang tua.
Syaifuddin selanjutnya lebih dalam menjelaskan apabila terdapat masalah tentang perkawinan, maka Pegawai Pencatat Nikah (PPN) akan melimpahkannya ke Pengadilan Agama. Bila permasalahannya pada umur, maka Pengadilan Agama akan memanggil orang tua calon mempelai.
"Apakah setuju dengan perkawinan ini atau tidak setuju? Apabila setuju maka akan dilangsungkan perkawinannya, apabila tidak setuju, apa alasannya? Untuk alasan duniawi (derajat, gengsi, kasta dan yang lainnya, Red), apabila orang tuanya tidak setuju maka Pengadilan Agama berhak menikahkan mempelai sebagai wali hakim," jelasnya.
Untuk kasus H. Pujiono Cahyo Widianto alias Syeh Puji yang menikahi Lutfiana Ulfa (12 tahun), dinilainya merupakan pelanggaran atas UU Perkawinan. PPN yang tahu benar aturan perkawinan, menurutnya tidak akan menikahkan mempelai berdua.
"Di zaman Rasul (Nabi Muhammad SAW, Red), menikahi gadis dibawah usia 12 tahun hanya untuk misi tertentu, hal ini (seperti) saat Rasul menikahi Siti Aisyah. Untuk kasus Syekh Puji, saya tidak mengerti apa misi dibalik itu semua," katanya.
Ia mengingatkan bahwa pernikahan bukan hanya faktor seksual. Melainkan ada nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, seperti nilai filsafat, kemanusian, hingga perasaan bahagia antara kedua mempelai.
Syafuddin selanjutnya menghimbau agar menikah dengan sekufu (seimbang), baik umur, pendidikan maupun martabatnya. Hal ini untuk menjauhkan dan agar tidak terjadi penjajahan atau gab pada kedua mempelai yang bisa mengakibatkan perceraian. "Pernikahan itu hati yang bicara bukan yang lainnya, sehingga akan mewujudkan rumah tangga yang sakinah," ujarnya. (cr-56)

No comments: