Edisi tulisan kali ini lebih banyak menguraikan upaya merebut kedaulatan Irian Barat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dimana saat itu Pemerintah Indonesia berupaya membebaskan Irian Barat dari jajahan Kolonial Hindia Belanda saat itu. Seperti apa perjuangan itu dilakukan?
MENURUT Jacob Rumpaidus, Indonesia yang melakukan upaya diplomasi untuk tetap mempertahankan Irian Barat dalam bingkaian NKRI sempat mengalami kegagalan. Kolonial Hindia Belanda saat itu terus berupaya untuk mempertahankan wilayah Irian Barat sebagai daerah jajahannya dengan maksud menguras segala kekayaan alam lalu dibawa ke negaranya.
Meski begitu pemerintah Indonesia saat tidak menyerah begitu saja, tapi justru melakukan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961 dengan melaksanakan operasi Jayawijaya melalui serbuan militer dengan sasaran tugas membebaskan Iran Barat paling lambat akhir 1961."Upaya ini berhasil meyakinkan dunia internasional bahwa perjuangan bangsa Indonesia merupakan upaya sungguh-sungguh," tandasnya.
Dunia internasional saat itu, menurut Rumpaidus, mengkwatirkan tindakan tersebut diatas akan memicu perang terbuka antara Indonesia dengan Belanda, bahkan dikwatirkan akan mengganggu stabilitas keamanan dunia saat itu. Nah itu pula, katanya, diplomat Amerika Serikat Euswort Bunker mengusulkan rencana penyelesaian Irian Barat melalui cara-cara damai.
Dimana ada dua hal yang dinilai cukup baik ditawarkan Bunker saat itu. Pertama, Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui suatu badan Pemerintahan PBB atau dikenal dengan nama United Nation Temporary Exekutive Authority (UNTEA). Hal yang kedua, akan diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat melalui pemungutan suara.
Rencana diterima oleh kedua belah pihak dan kelanjutannya pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani kesepakatan New York berdasarkan resolusi Nomor 1752.
Sementara pelaksanaan Pepera dilaksanakan sistem musyawarah meskipun PBB mengusulkan dilakukannya one man one vote dimana tiap-tiap kabupaten diwakili oleh 75 - 175 orang sebagai wakil rakyat yang sebelumnya diseleksi dan pelaksanannya diawasi langsung oleh PBB.
"Pepera di tahun 1969 saat itu memberikan kesempatan kepada penduduk Irian Barat memilih dua alternative. Yakni, tetap dalam bingkaian NKRI dan atau memutuskan hubungan dengan Indonesia (bergabung dengan Belanda). Tapi hasilnya masyarakat Irian Barat tetap memilih dalam bingkaian NKRI," tegasnya.
Menurutnya penentuan pendapat tahun 1969 yang diawasi langsung oleh PBB menyatakan bahwa rakyat Irian Barat tetap berada dalam bingkaian wilayah NKRI. Selanjutnya hasil pendapat itu dikukuhkan dalam suatu keputusan PBB yang mengikat secara hukum internasional.
"Kondisi saat itu menyatakan bahwa keberadaan Irian Barat sebagai bagian dari NKRI sah dan diakui oleh dunia Internasional baik de facto maupun de jure," tandasnya.
Hanya saja dia mengaku sangat menyangkan oleh adanya pihak-pihak tertentu berupaya merongrong pilihan rakyat yang telah dinyatakan final dan mendapat pengakuan internasional.
Menurutnya, Pepera yang dilakukan saat murni keiginan rakyat Irian Barat dan sama sekali tidak ada tekanan dari siapapun. Bahkan, kata dia, saat itu Pepera yang dilakukan mendapat pengawasan langsung dari PBB dan persetujuan kedua negara yakni Indonesia dengan Hindia Belanda. Hasilnyapun masyarakat Irian Barat memilih tentang bagian dari NKRI bukan Hindia Belanda.
Ditegaskan, bahwa melalui Pepera kebenaran sejarah menunjukan bahwa proses kembalinya Irian Barat kepangkuan NKRI telah dilakukan secara sah dan demokrasi serta telah diterima masyarakat Internasional dan sama sekali tidak ada system rekayasa pada saat pelaksanaan Pepera saat itu.
"Apa yang kami perjuangkan selama ini belum tentu kami nikmati hasilnya, namun kami akan bangga karena perjuagan kami tidak sia-sia. Secara perlahan-lahan hasilnya mulai dinikmati anak cucu. Orang tertentu banyak bicara, namun kami yang meyaksikan dan melakukannya langsung saat itu," pungkasnya. (Laporan: FIKTOR PALEMBANGAN, Biak)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment