AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

12 November 2008

Merasakan Fenomena Obama di Jantung Amerika (2-Habis): "Keturunan R.A. Kartini Telepon Ribuan Nomor demi Obama"

Selain kualitas pribadi, kemenangan Obama juga tak lepas dari kerja keras tim kampanye dari beragam ras dan bangsa. Salah satu dari mereka adalah Dewita Soeharjono. Keturunan tokoh emansipasi R.A. Kartini ini ikut memenangkan Obama, setelah terus kalah selama 44 tahun, di negara bagian battleground (medan perang), Virginia.
DOAN WIDHIANDONO, Washington D.C
''BAYANGIN aja. Demokrat tidak pernah menang di Virginia sejak 1964. Itu 44 tahun lalu,'' kata Dewita Soeharjono yang ditemui Jawa Pos di salah satu kedai makan di Washington DC, Senin (10/11) tengah hari waktu setempat atau Selasa (11/11) dini hari WIB. Artinya, setelah 44 tahun, Partai Demokrat menang di negara bagian tersebut untuk mengantarkan Barack Hussein Obama sebagai presiden ke-44 AS. ''44 tahun, presiden ke-44. Lucu ya? Sama, kayak dibikin-bikin,'' ujar wanita berambut pendek itu lantas tertawa lepas.
Dewita yang juga akrab dipanggil Rini itu memang pantas bergembira. Pilihannya tepat. Barack Obama yang dia dukung sejak masa kampanye akhirnya melenggang ke Gedung Putih. Karena itu, hingga sepekan setelah pemilihan presiden AS pada 4 November, Rini terus membawa pin bergambar Obama di tasnya. Saat akan difoto, dia minta waktu memasang pin tersebut pada jaket yang dia pakai untuk melawan angin dingin Washington.
Di Virginia, tempat yang sudah dia tinggali selama 18 tahun, alumnus Mapua Institute of Technology, Manila, Filipina, itu, adalah aktivis Partai Demokrat. ''Sejak delapan tahun terakhir, saya lihat pemerintahan AS begitu berantakan. Karena itu, saya ingin lebih banyak orang Demokrat di pemerintahan,'' ujar wanita yang merahasiakan umurnya tersebut.
Menurut dia, secara ekonomi AS cukup kacau di bawah pemerintahan George Bush dari Partai Republik. Pemerintahannya pun dia anggap tak pro-rakyat. ''Republican lebih mementingkan perusahaan-perusahaan besar,'' ujar Rini. Sedangkan Demokrat, katanya, punya kebijakan yang lebih toleran, termasuk kepada kaum imigran.
Ketika itu, sekitar 8 tahun lalu Rini memang mulai tertarik kepada platform (kerangka kebijakan) Partai Demokrat. Dia benar-benar mulai geram terhadap pemerintahan Bush saat invasi AS ke Iraq pada 2003. Ketika itu, dia benar-benar ingin ikut melahirkan change (perubahan) di AS. Dia ingin bisa ikut memilih, menyumbangkan suara untuk perubahan di negara yang sudah menjadi kampungnya itu.
Pada 2003 itu pula alumnus SD Kepodang, Jakarta, tersebut pindah kewarganegaraan. ''Saya jadi WNA, warga negara Amerika,'' ungkap Rini lantas tertawa lepas. Sejatinya, bukan hal mudah bagi Rini untuk pindah kewarganegaraan. Di satu sisi dia ingin mempertahankan kewarganegaraan RI yang dia miliki sejak lahir. Namun, Indonesia memang tak mengizinkan orang punya dua kewarganegaraan. Akhirnya, Rini memang harus memilih. ''Seharusnya Indonesia mengizinkan orang punya dua paspor. Kaya India, misalnya,'' ujar anak pertama dari tiga bersaudara itu.
Sebagai warga negara AS, wanita yang sudah tinggal di AS sekitar 20 tahun itu pun punya hak memilih (vote). Hingga, wanita yang bekerja di bidang properti itu pun mulai aktif pada isu-isu politik. Pada 2004, dia turut aktif dalam kampanye Howard Dean yang mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Demokrat. Namun, jagonya itu kalah pada tahap pemilihan awal.
Pada tahun itu pula, sosok Obama benar-benar membuatnya kepincut. Pada tahun itu Obama muncul sebagai keynote speaker konvensi Partai Demokrat di Boston. Pada waktu itu pidato Obama mencuri perhatian publik. ''Tapi, saya benar-benar bertemu Obama pada 2006,'' ujarnya. Ketika itu, Obama ikut berkampanye untuk pemilihan Jim Webb sebagai senator dari Virginia. Sedangkan Rini adalah anggota Real Virginia for Webb. ''Saya sapa dia, 'Hi, saya dari Indonesia.' Gitu doang. Soalnya, banyak yang ngerumunin dia. Jadi, cuma sekilas lalu saja,'' tambah anak pasangan Soeharjono dan Juniani Kuntjoro-Jakti tersebut. Ketika itu, Webb akhirnya terpilih sebagai senator.
Akhirnya baru pada awal tahun ini, wanita yang pernah mengajar di Cornell University, Ithaca, New York, di akhir 80-an tersebut benar-benar mencemplungkan diri pada kampanye Obama. Dia aktif di Campaign for Change, Falls Churh, Virginia dan Join Coordinated Campaign, McLean, Virginia. ''Saya volunteer di situ,'' kata alumnus SMA 4 Jakarta tersebut. Wilayah tugasnya meliputi Ohio, Pennsylvania, dan Virginia. ''Tapi, saya lebih banyak di Virginia, di kampung saya itu,'' tambah keponakan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menko Perekonomian Presiden Abdurrachman Wahid dan Megawati sekaligus Dubes Indonesia untuk AS pada 1998-2001 itu.
Sebagai tim kampanye, Rini bertugas meyakinkan orang agar menjatuhkan aspirasi kepada Barack Obama. Itu bukan hal gampang. Salah satu faktornya, Demokrat tak punya sejarah kemenangan di Virginia. Karena itu, negara bagian tersebut dijadikan salah satu dari 17 battleground (medan perang) tim Obama.
Tugas Rini adalah phone banking (menelepon pemilih), outreach (jumpa pemilih), dan canvassing (mendatangi satu per satu rumah calon pemilih). Tujuannya hanya satu, memastikan orang memilih Obama. ''Jadi, kami sudah punya list yang harus kami telepon atau kunjungi,'' ujar alumnus SMP 1 Jakarta itu. Rini sendiri tak pernah menghitung berapa nomor yang sudah dia telepon atau orang yang dia kunjungi.
Selama itu Rini harus bertemu banyak tipikal orang. ''Ada yang bisa diajak diskusi selama seperempat jam. Tapi, ada juga yang cuma 30 detik langsung pulang,'' katanya. Telepon pun demikian. ''Dari 20 nomor yang saya telepon, paling nggak sampai 5 yang nyambung. Sekarang kan zamannya mesin penjawab,'' tambahnya.
Meski begitu, ada lebih banyak suka daripada duka yang ditemui Rini. ''Rasanya menyenangkan, gitu. Nggak kayak kerja. Soalnya, this is my passion,'' ujarnya. ''Saya seneng sekali,'' kata Rini.
Dengan kerja keras itu, Partai Demokrat akhirnya menang di Virginia. Negara bagian itu menyumbangkan 13 suara electoral vote untuk Obama. Kemenangan itu memang tak semata-mata didapat dari orang yang ''anti-Republik''. Namun, sosok Obama cukup berperan. Kata Rini, Obama adalah orang yang inspiratif. ''Dia memberikan harapan untuk perubahan,'' ungkapnya.
Menurut dia, tak begitu banyak orang Indonesia yang ikut aktif di politik seperti dirinya. Di Virginia, dia satu-satunya orang Indonesia. Orang asing yang banyak ikut terlibat biasanya dari India, Pakistan, atau Jepang. ''Sayang sekali. Saya mencoba mengajak mereka, tapi susah. Orang Indonesia itu cepat aktif kalau ada kegiatan sosial. Bazar apa gitu, cepet ngumpulnya,'' tambahnya lantas tersenyum.
Sebagai warga AS, dengan aktivitas di politik, Rini sejatinya bisa jadi kandidat jabatan-jabatan publik. Tapi, itu bukan tujuannya saat ini. Yang terang, aktivitasnya di Partai Demokrat semata-mata lantaran kesamaan aspirasi. ''Tapi, who knows?'' kata Rini.
Dia mengakui, ketertarikan pada politik banyak dipengaruhi keluarganya. Omnya, Dorodjatun, adalah diplomat. Jadi, kadang ada pembicaraan soal politik dan sosial saat ada pertemuan keluarga. ''Ngomongin beras naik, lah. Inilah, itulah. Lama-lama saya tahu politik,'' katanya.
Selain itu, Rini kerabat jauh R.A. Kartini, pahlawan emansipasi asal Jepara, Jawa Tengah. ''Ibu kakek saya dari ayah adalah kakak tiri Kartini. Jadi, apa nyebutnya? Susah ya?'' katanya lantas tertawa. (*/kim)

No comments: