06 December 2008
HAK ULAYAT MILIK MARGA, BUKAN MILIK SUKU DAN NEGARA:
"BERDASARKAN SEJARAH ADAT ASAL USUL MARGA PAPUA BARAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT. FREEPORT INDONESIA, PAPUA BARAT"
PANDANGAN UMUM
Menurut asal suku bangsanya, suku Mee dan Suku Moni berasal dari “PUPU PAPA” Bagian Timur Pegunungan Tengah Papua Barat. Bukti asal-usul sejarah adat per Marga Papua Barat, yang menghuni di sekitar areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura kurang lebih 156 (seratus lima puluh enam) Marga, baik itu dari Suku Amungme, suku Moni, suku Wolani maupun suku Mee.
Ada kurang lebih 22 (Duapuluh Dua) marga dari gabungan suku (Amungme, Moni dan Mee) yang menghuni di WASE atau disebut BANTI Tembagapura seperti: Marga Wamuni, Natkime, Jamang, Jupinii, Beanal, Bukaleng, Omabak, Omaleng, Janampa, Magal, Jangkup/Jawejagani, Abugau, Uwamang, Diwitau, Dimpau, Metegau, Bonmang, Jundang, Magai, Metang, Awalak dan lain-lain yang menghuni di bagian Selatan terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon.
Ada kurang lebih 141 (seratus empat puluh satu) marga dari suku Moni seperti: Belau, Sondegau, Bagubau, Zagani, Wandagau, Ugimpa, Tipagau, Kobogau, Duwitau, Dimpau, Hanau, Zani, Zoani, Selegani, Bilampani, Abugau, Mbuligau, Sinipa, Gayamopa, Mayani, Tigau, Zanampani, Hogazau, Mazau, Puzau, Sujau, Agimbau, Nagapa, Somou, Japugau, Hagimuni, Maizeni, Hagisimizau, Zonggonau, Kayampa, Widigipa, Ematapa, Holombau, Muzizau, Emani, Nulini, Tapani, Nambagani, Naeyagau, Waeyapa, Bagau, Miagoni, Kondopa, Wadapa, Dugupa, Dakipi, Topaa, Aiyapa, Imagajau, Sumbaa, Hembopa, Kudupaa, Mopa, Nggaupa, Ndumpa, Kegepe, Piyane, Tunggipaa, Pipa, Gayampa, Munipaa, Jinapaa, Wagepaa, Muidii, Mpuzipa, Tayapaa, Igapa, Natagapa, Mogapa, Hegopa, Wogoipa, Ogapaa, Nabelau, Nggopa, Dnugupia, Jupaa, Zinipaa, Kundau, Magadepaa, Ziganepaa, Jimpu, Wandagau, Migau, Nggopabagau, Mpogau, Igutagibagau, Boanibagau, Dagau, Namajaubelau, Baugaubelau, Ugapabelau, Nggalepabelau, Zinipabelau, Dendegau, Tabuni, Wontanibelau, Wontani, Lawiya, Zabizaeni, Tayapaa, Nggalepaselegani, Ondouw, Mayau, Zeoni, Emani, Uwitau, Mbomboletagi, Magai, Pujau, Majau, Weya Murib, Jarinap, Jugini, Tapani, Tobaini, Yupinii, Dogopia, Jawejagani, Mentegau, Mbaugau, Wandikbo, Waker, Kogoya, Wenda, Telenggen, Wamang, Uwamang, Inizouw, Migakodiwitau, Igugidiwitau, Migazani, Igugizani, Jinampobelau, Jinamposelegani, Jinampoo dan lain-lain yang menghuni di bagian Utara terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.
Sedangkan 47 (empat puluh tujuh) Marga dari suku Mee (Ekagi) terdiri dari: Kedepa, Kogopa, Kobepa, Nakapa, Tenouye, Bunai, Kadepa, Yatipai, Nawipa, Kogii, Gobay, Degei, Yogi, Muyapa, Dogopia, Yeimo, Kudiai, Nabelau, Umitaapa, Muniipa, Wageepa, Yumai, Yobee, Kogaa, Magay, Tobay, Edowai, Uti, Dawaapa, Adii, Pigai, Anoka Kayame, Yukei, Mote, Ogetai, Tatogo, Boma, Pigome, Koto, Apoga, Madai, Tebay, Obaipaa, Tekege, Takimai, dan Youw yang menghuni di bagian Barat dekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.
Ada kurang lebih 43 (empat puluh tiga) marga lain yang menghuni di bagian Barat jauh dari Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat, yakni: Giay, Agapa, Pekey, Do, Pakage, Tagi, Tibakoto, Dukoto, Kedeikoto, Dogomo, Pinibo, Waine, Wakei, Petege, Makai, Anouw, Kegiye, Kegouw, Dimi, Butu, Tigi, Auwe, Kegaakoto, Ukago, Iyowau, Ikomouw, Gane, Bukegaa, Wogee, Mekei, Deba, Dumapaa, Boga, Pugiye, Kuwayo, Kamo, Tameyai, Nokuwo, Iyoupaa, Giyaipaa, Kotouki, dan Bobii.
Mereka (kurang lebih 156 marga) seperti tersebut diatas menuju ke wilayah Paniai menjadi pemilik wilayah adat dan hak ulayat di lembah Yabo, Aga, Degeuwo, Bogo, Uwodege, Eka, Weya, Yawei, Pugo, Daka/Dama, Duma/Dogomo, Yewa, Boma, Aroanop, Banti dan lain-lain melalui 3 (Tiga) Pintu Utama, yakni Kelompok Marga Wodaapa langsung lewat Pintu Barat Punggung Grasberg-Wanagon, Kelompok Marga Yupi/Maki menuju Paniai melalui Pintu Utara Grasberg-Wanagon, dan Kelompok Marga Madouw menuju Paniai melalui Pintu Selatan Grasberg-Wanagon. Ada marga yang keluar langsung dari gunung terkaya yang satu ini (PUYA PIGU/GRASBERG), ada marga yang datang dari kampung lain dan menetap di Wase dan ada marga lain yang langsung saja melewati di sekitar gunung tersebut. Mereka semua punya kepentingan tuntutan yang sama kehadapan Pemerintah dan PT. Freeport Indonesia yaitu untuk mendapatkan SAHAM PT. FREEPORT.
Masyarakat Adat Agadide telah melakukan UPACARA ADAT KESELAMATAN DAERAH KERAMAT di Togogei, 29-30 Juli 1999, Desa Yabomaida untuk menyampaikan aspirasinya kepada NKRI melalui Pemerintah Daerah Paniai, Mimika dan PT. Freeport Indonesia. Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Provinsi Papua No.: 593/1288/SET 3 Maret 2003 di Jayapura tentang Pengurusan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di sekitar areal konsesi PT. FI, maka aspirasi tersebut yang berisi: BANTUAN FREEPORT DIBAGI 3 (TIGA) SUKU MELALUI 4 (EMPAT) PINTU ini telah diusulkan kepada pimpinan PT.FI melalui Pemda Mimika, Paniai dan Gubernur Provinsi Papua di Jayapura. Gunung Grasberg-Danau Wanagon adalah DAERAH KERAMAT BERSAMA SUKU AMUNGME (TIMUR), SUKU MONI (UTARA dari PUYAPIGU:UGIMPA-HOMEYO), SUKU MONI (SELATAN dari PUYA PIGU:WASE-MILE 50-DUMADA-BOUWO-KALI YAWEI) DAN SUKU MEE (BARAT dari PUYA PIGU-MINABUA:DEGEUWODIDE-AGADIDE-YABODIDE-EKADIDE-WEYADIDE) berdasarkan sejarah adat yang berlaku di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura. Proposal Bantuan Dana Sosialisasi Program Empat Pintu telah diajukan kepada Bupati Mimika dengan No. Agenda: 1438, tanggal 12-11-2003 di Timika dengan tembusannya disampaikan kepada Bupati dan Ketua DPRD Paniai di Enarotali, Ketua DPRD Mimika di Timika, KA. BPN Provinsi Papua di Jayapura, Ka Badan KESBANG Provinsi Papua di Jayapura, KABAWASDA Provinsi Papua di Jayapura dan CDD/CLO PT. FI untuk memfasilitasi Pengurusan Hak Ulayat yang diajukan oleh masyarakat adat yang menghuni di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura, Papua Barat. Salah satu diantaranya adalah TUNTUTAN HAK ULAYAT MARGA WAMUNI di Wase.
Batas wilayah kesatuan hidup Suku Amungme, Suku Moni dan Suku Mee di sekitar areal konsesi PT.FI terdekat adalah antara Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti), Timika (Mimika Pantai-Mimika Kaki Gunung), Aroanop-Duma/Dogomo, Dama/Daka, Bouwo, Yaweidide Timur, Ogiyaidimida, Siriwo, Maniwo, Kaitakaida, Tomosiga, Gunung Gergaji, Ugimpa, Stinga, Hoya kembali ke Timika, Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti) wilayah adatnya adalah MILIK MARGA, bukan MILIK SUKU DAN NEGARA.
Pemerintah NKRI, Pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc., dan PT. Freeport Indonesia masih belum memberikan SAHAM bagi Marga Wamuni sebagai pemilik Hak Ulayat WASE di Tembagapura. Pihak Amerika, Indonesia dan Suku Amungme-Kamoro sudah makan dari hasil produksi tembaga & emas di Tembagapura. Tetapi Marga Wamuni dari Wase suku Moni Selatan Grasberg-Wanagon masih belum merasakan hasil sedikitpun juga. Oleh karena itu, tingkat marga segera diberikan SAHAM sebagai tanda pengakuan dan penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dari pihak Pemerintah NKRI dan PT.FI sebagai Negara-negara yang mempromosikan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi.
SAHAM ULAYAT tingkat Marga segera diberikan kepada Marga Wamuni dan Marga-Marga lain di sekitar areal konsesi PT.FI di Tembagapura selain Suku dan Negara yang sudah disepakati dalam MoU melalui LEMASA dan LEMASKO di Amerika Serikat tahun 2000 yang lalu. Karena pada mulanya, yang menemukan dan memberikan nama lembah, gunung, kali, rawa, jenis-jenis flora dan fauna di dalam wilayah kesatuan hidup per marga di sekitar areal konsesi PT.FI adalah MARGA itu sendiri sesuai hukum adat secara tidak tertulis yang berlaku di Papua Barat.
REKOMENDASI:
1.Semua pihak yang berminat menanamkan SAHAM di dalam wilayah adat kepemilikan MARGA seperti tersebut di atas supaya menyediakan dana khusus untuk kepentingan Marga sebagai pemilik Hak Ulayat.
2.Oleh karena itu, Mr. J. R. Mofett segera menyiapkan tiga lembar SAHAM melalui konsultasi pemerintah NKRI di Jakarta, Provinsi Papua, Pemda Mimika dan Pemda Paniai, yakni:
1.SAHAM BAGI NEGARA SEBAGAI PENGUASA NKRI.
2.SAHAM BAGI SUKU SEBAGAI PENGUASA PEMERINTAH ADAT DI WILAYAH PAPUA BARAT.
3.SAHAM ULAYAT BAGI MARGA SEBAGAI PEMILIK TANAH ADAT DAN HAK ULAYAT UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT.FI DI TEMBAGAPURA, PAPUA BARAT.
3.Tidak dibenarkan apabila pihak pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc di USA, pimpinan PT. Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia merekomendasikan persoalan Hak Ulayat ini kepada pihak militer TNI dan POLRI bekerjasama dengan FBI dengan melibatkan Kopasus, Badan Inteligen Negara, Jihat, dll untuk gagalkan tuntutan SAHAM atas Hak Ulayat WASE Tembagapura yang telah diajukan oleh DAP POKJA Marga Wamuni dengan alasan mengamankan alat-alat vital PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua Barat.
4.SAHAM ULAYAT PT. Freeport yang dituntut segera diberikan langsung kepada MARGA WAMUNI tidak melalui lembaga suku, lembaga agama ataupun lembaga pemerintah berdasarkan kepemilikan dusun, lihat sejarah adat Marga Wamuni.
5.Kurang lebih 150 marga di sekitar areal konsesi PT. Freeport agar segera membentuk DAP POKJA per Marga untuk menyiapkan asal-usul sejarah adat per Marga, Mendata jumlah jiwa per Marga dan melakukan pemetaan batas-batas wilayah adat per Marga untuk menentukan pemiliknya sebagai aset Pembangunan Masa Depan Marga untuk meningkatkan kesejahteraannya.
6.Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia di Jakarta melalui masing-masing Pemerintah Daerah, baik itu Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai, Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak Jaya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Papua diminta agar segera menyiapkan Peraturan Daerah Khusus sesuai amanat OTSUS Papua tentang Pengembalian Status Kepemilikan Tanah Adat kepada Marga Papua Barat Asli sebagai pemilik Hak Ulayat Abadi berdasarkan sejarah adat per marga. Kepemilikan Tanah Adat bukan milik Suku dan Negara. Mereka (Suku dan Negara) itu cukup hanya sampai di pengawasan saja. Kalau semua jadi perampas hak ulayat, siapa yang kontrol?
7.Semua pihak di Papua Barat diminta agar wajib menegakkan, memajukkan, melindungi, menghormati, dan saling mengakui hak-hak masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.
Kami sangat mengharapkan dukungan kampanye dari semua pihak untuk memperkenalkan, mempertahankan, melindungi, dan membebaskan Hak Ulayat dari perampasannya.
(Oleh Itawadimee Servius Kedepa, Ketua YLSM Komopa)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment