JAKARTA - Integrasi bangsa Indonesia harus terus dipelihara dan dijaga. Saat ini salah satu ancaman disintegrasi terbesar adalah di wilayah Papua. Apalagi, kini mulai banyak operator-operator yang menjual kasus-kasus HAM di Papua untuk mendapatkan perhatian dunia internasional.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Wiwik Setiawati Firman mengemukakan bahwa masalah-masalah HAM di Papua sudah jauh membaik sejak 2004 lalu. "Memang hingga kini masih ada beberapa kasus yang disoroti dunia internasional, tapi kita juga terus mengupayakan langkah-langkah penyelesaian," ujarnya di kantor Deplu, Jakarta kemarin (1/12).
Beberapa persoalan yang muncul antara lain masalah pemenjaraan Filep Karma dan Yusak Pakage yang divonis 15 tahun penjara. Yusak juga dianiaya karena mata kirinya dipukul oleh aparat. "Ini yang sedang kami dorong agar diproses. Hukuman terhadap keduanya juga banyak dipertanyakan karena hanya mengibarkan bendera Bintang Kejora," lanjutnya.
Kasus ini sempat semakin mencuat ketika dibentuk kaukus International Perlemen for West Papua di Inggris. Meski hanya dihadiri oleh dua orang anggota parlemen Inggris yang tidak signifikan, kelompok yang menjual kasus HAM Papua ini mengatakan bahwa dunia internasional berada di belakang kemerdekaan Papua.
"Ini yang harus dipahami dan diluruskan. Kami juga berkepentingan untuk menyelesaikan kasus-kasus di Papua, sehingga nanti dunia internasional bisa melihat bahwa tanah Papua telah damai," lanjutnya.
Tanggal 1 Desember sendiri diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua yang ditandai dengan pengibaran bendera bintang kejora. Kemarin sendiri dari laporan di Papua, telah terjadi konsentrasi massa. Namun situasi tetap dapat dikendalikan.
Selain kasus Yusak Pakage juga ada masalah HAM Alex Wanda, yang mengaku bahwa dia bersama pacarnya Helen Wangi dilecehkan oleh oknum aparat marinir di Papua.
"Asintel sudah mengatakan bahwa kejadiannya tidak seperti itu. Tapi kita akan dorong biar dibuat BAP dan keputusan pengadilan yang memutuskan hal tersebut karena kasus ini telah masuk sorotan," imbuhnya.
Angin segar terhadap pemerintah Indonesia muncul dari kepulangan Yunus Wainggai dan putrinya, Anike Wainggai ke Indonesia akhir pekan lalu. Setelah hampir tiga tahun berada di Australia, Yunus merupakan nahkoda perahu yang membawa 43 WNI asal Papua ke Australia pada akhir tahun 2005.
Dari dua kasus kepulangan sebagian dari kelompok tersebut, menunjukkan bahwa telah terdapat tipu daya dan janji-janji yang tidak dipenuhi oleh Herman Wainggai dan kelompoknya.
Wiwik mengakui bahwa problem terbesar di Papua adalah masalah ekonomi sosial yang memprihatinkan. Dengan sumber daya alam yang begitu melimpah, Papua masih termasuk daerah terbelakang yang tertinggal.
"Kondisi ini menjadi perhatian kami. Dari catatan kami yang harus dibenahi adalah transparansi pemerintah daerah di Papua," tegasnya. (iw)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment