Peranan sektor pertambangan yang besar jelas sangat ditunjang oleh kehadiran PT Freeport Ind Company di Kabupaen Mimika, Provinsi Papua. Bagi Kabupaten Mimika kelihatannya pada tahun 2000 peranan sub-sektor pertambangan terhadap Pendapatan Regional Kabupaten Mimika sangat besar, yaitu 97,66 persen dan tahun 2001 sebesar 97,77 persen nilai bruto diciptakan oleh sektor pertambangan ( PDRB Mimika, 2001: 43).
Begitu pula pengaruh pertambangan terhadap Produk Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika yang dihasilkan PT Freeport Inc dimana setiap harinya menghasilkan 240.000 ton. Perusahaan tambang asal New Orleans AS ini, sebagai perusahaan Multinational Corporations (MNCs) memegang peranan besar karena semua produksinya langsung di ekspor ke pasar internasional.
Namun yang jelas jangan terkecoh dengan kehadiran perusahaan besar dengan investasi besar, sebab biasanya tidak memberikan manfaat langsung. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian dalam disertasi doktor Prof Dr Karel Sesa yang mengatakan walaupun PT Freeport telah melakukan investasi langsung (Foreign Direct Investment) atau PMA yang sangat besar, ternyata tidak mampu untuk menggerakan serta mendorong akselarasi pembangunan ekonomi di Kabupaten Mimika maupun Provinsi Papua. Meski sumbangan PT Freeport Inc terhadap PDRB Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika sangat besar, namun karena langsung diekspor sehingga dampak langsung dan tidak langsungnya terhadap masyarakat rendah.
Selain manfaat langsung maupun tidak langsung, masyarakat setempat khususnya Suku Kamoro mengalami kerugian besar, yaitu hilangnya identitas kesukuan sebagai manusia sampan (perahu), sungai dan sagu. Misalnya masyarakat di Desa Kali Kopi, Koperapoka, Tipuka, Nawaripi, Nayaro, Omawita, Fanamo dan Kaugapa mengatakan, setelah beroperasinya penambangan PT Freeport ternyata hanya 10 persen menyatakan makanan baik, sedangkan 90 persen lainnya menuturkan tidak baik.
Masalah ini terjadi karena lingkungan hidup atau sungai tempat mereka mencari telah rusak dan mengalami pendangkalan. Adapun makanan khas orang Kamoro seperti tambelo yang biasa dipakai dalam upacara Karapao, siput, kerang, dan karaka mengalami perubahan warna, yakni hitam/berbintik-bintik hitam sehingga masyarakat sudah tidak berani lagi untuk mengkonsumsinya.
Bukan itu saja, akibat pembuangan limbah tailing yang terus meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan dusun sagu maupun hutan produksi rumah dan perahu semakin berkurang karena semuanya telah kering. Misalnya warga di Desa Kali Kopi, Nawaripi, Tipuka dan Koperapoka memberikan keterangan bahwa setelah adanya PT Freeport, kayu rusak akibat dampak tailing yang mendangkal dan membuat kayu-kayu mengering.
Pemilik tanah-tanah adat hanya tinggal menanggung biaya sosial (social costs) akibat hilangnya nilai ekonomi dari kayu komersial sebagai bahan baku rumah dan tidak masuk dalam perhitungan ganti rugi.
Sesuai dengan hasil penelitian Prof Dr Karel Sesa, jika dirinci menurut manfaat langsung dan tak langsung dari kehadiran PT Freeport Inc di Papua, jelas memperlihatkan bahwa manfaat langsung untuk Pemerintah Pusat sebesar US 2.347.00 (91,38 %), Pemerintah Provinsi Papua sebesar US 178,70 (6,96%), sedangkan pemerintah Kabupaten Mimika hanya sebesar US 42,66 (1,66%). Sedangkan manfaat tidak langsung bagi Pemerintah Pusat di Jakarta adalah sebesar US 8,635 (67,01 %), kemudian untuk Provinsi Papua sebesar US 4.250.40 (32,99 %) dan untuk Kabupaten Mimika nihil atau nol persen.
Yang jelas apapun alasannya telah terjadi perubahan paradigma dari pertumbuhan ekonomi ke pembangunan berkelanjutan (sustainable development), keberlangsungan hidup suatu perusahaan multinational corporation/MNCs, sehingga diharuskan menjaga kelestarian lingkungan hidup dan ekosistemnya serta masyarakat adat di sekitar lokasi pertambangan atau investasi harus memperoleh manfaat yang lebih besar dengan kehadiran perusahaan tersebut. Jika semuanya tidak tercapai berarti hanya mengulangi kesalahan yang lama dengan modul dan operandi yang berbeda.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment