Gubernur Provinsi Papua pernah mengatakan bahwa investasi yang dilakukan bagi sumber daya alam (SDA) di Papua adalah untuk mensejahterahkan masyarakat setempat terutama di sekitarnya. Seperti saat mencanankan investasi kelapa sawit minlik PT Rajawali Group di Kabupaten Keerom bebebeapa waktu silam. Investasi tujuannya untuk masyarakat sejahterah.
Tetapi mengapa masyarakat di sekitar tambang PT Freeport sampai saat ini masih terus mendulang emas. Meski perusahaan tambang asal New Orleans USA ini sudah bertahun tahun meninvestasi di daerah Bumi Amungsa sebutan bagi tanah leluhur milik suku Amungme.
Daya tarik emas membuat masyarakat dari seluruh penjuru menuju ke Tembagapura dan Timika hanya untuk kerja dan mendulang emas. Saat ini sekitar ribuan penduduk dating berbondong bondong mendulang kilauan emas di daerah konsesi milik PT FI tepatnya di daerah buangan sisa tambang di mile 70 an.Lalu tiba tiba semua dikagetkan dengan peristiwa pada 5 Mei 2008 lalu terjadi longsor di lokasi PT FI telah menimbulkan korban jiwa terbesar selama setahun terakhir. Dalam setahun ini terjadi 4 kali longsor di saluran pembuangan limbah tambang Freeport dan menewaskan puluhan pendulang emas tradisional. Diduga terdapat 7 kemah pendulang tradisional yang tertimbun longsor dan di setiap kemah terdapat sekitar 20 pendulang. Dari korban korban yang ditemukan aparat Kepolisian Menurut Kapolres Mimika AKBP G H Mansnembra sebanyak 15 korban sudah didentifikasi, yakni Yuliana Kogoya, Salmina Waker, Pery Wanimbo, Yopiamus Wanimbo, Firdaus Daeng Suru, Kahar, Nio Kogoya, Baly Murib, Yunita Wanimbo, Lina Murib, Neles Kogoya, Kiwandukuk Wakerwa, Teweame Magai, Kabir Murib, dan Wena Kogoya. Lebih lanjut Mansnembra menegaskan pihak Pemerintah Kabupaten Mimika sudah berkali-kali melarang masyarakat mendulang emas di saluran tailing Freeport. Namun larangan itu tidak dihiraukan karena hasil mendulang emas menggiurkan. Hingga tak heran kalau masyarakat sekitar lokasi saluran tailing beralih profesi dari bertani menjadi pendulang emas tradisional. Bukan warga biasa yang tertimbun tanah saja tetapi beberapa tahun silan karyawan PT Freeport pun kena musibah serupa.Perisitiwa ini pada Oktober 2004 lalu di lokasi tambang Grasberg. Tepat pukul 05.30 pagi WP terdengar suara gemuruh dari atas melungsur batuan tanah, dan lumpur menerjang dengan ganasnya. Dalam sekejap 13 anggota opeartion crew IV terbenam dalam 2,3 juta meter kubik materi longsor yeng menenggelamkan mereka.
Di tengah bunyi gemuruh seorang crew IV sopir haul truck dengan ban yang mencapai ketinggian tiga meter Fredrik Rumere lolos dari terjangan maut.Ia berhasil selamat sedangkan empat temannya sampai saat ini hilang ditelan material dan belum ditemukan. "Bau mayat yang menyengat hidung mulai menyambar di sekitar lokasi kejadian dari timbunan tersebut, Mantan Senior manager Coroporate Communications Freeport Sidharta Moersyid mengatakan longsor terjadi di bagian selatan area tambang terbuka Grasberg. Longsoran itu terjadi pada lokasi pertemuan batuan poker chip di zona lemah dan batuan instrusif dengan ketinggian 3.800 sampai 4000 kaki di atas permukaan laut. Lokasi tambang Grasberg letak pada ketinggian 4200 meter sedangkan puncaknya mencapai 4.209 meter.
Kondisi kerja di Grasberg barangkali yang paling terberat di dunia tulis George A Mealey dalam bukunya berjudul Grasberg, sebab hujan dan kabut selalu datang setiap hari menciptakan kondisi rawan bagi keselamatan. Selain itu menelan biaya besar untuk pemeliharaan alat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pemeliharaan jalan di Grasberg menelan biaya tiga kali lipat jika dibandingkan di tempat lain. " Pada dasarnya tambang tidak pernah tutup, tetapi kabut tebal sangat membatasi jarak pandang, sehingga bagian tertentu dari tambang harus dihentikan operasinya selama 25 menit setiap harinya, yang berarti memperbesar biaya operasi,"tegas George Mealey.
Aktivitas penambangan PT Freeport di Tanah Papua dimulai sejak 19 April 1967 secara resmi membuka sayapnya di Irian Barat. Dua tahun sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dilakukan oleh perusahaan raksasa milik Amerika Serikat sudah menancapkan kukunya di tanah orang Papua. Kemudian 1973 Presiden Soeharto meresmikan penambangan perdana tambang tembaga di Gunung Ertsberg. Lubang bekas tambang Ertsberg kini menjadi danau Wilson, sebagai penghormatan kepada Forbes Wilson. Danau Wilson berfungsi sebagai persediaan air untuk operasi pabrik pengolahan serta membangkitkan tenaga listrik dengan kapasitas 2,5 megawatt. "Oleh karena itu perlu diusahakan agar lubang tambang Grasberg tidak terisi air pada saat yang terlalu dini, sehingga penirisan harus tetap dilakukan dengan baik,"tegas George A Mealey. Ertsberg menunggu waktu 36 tahun untuk menambangnya sedangkan Grasberg membutuhkan waktu 22 bulan. Konstruksi pada lobang bor di musim panas 1988 memberikan kepastian cadangan Grasberg, sehingga awal 1995 produksi Grasberg sudah mencapai dua kali lipat. Menurut Sidharta saat izin penambangan sebanyak 300 ribu ton per hari tapi Freeport selalu beroperasi di bawah angka tersebut.
Sumber Jubi di Timika mengemukakan lokasi longsor di Grasberg itu mempunyai kandungan emas sangat tinggi, sehingga saat ini PT Freeport sudah menjadi salah satu penghasil emas. Dr Soetaryo Sigit mqntqn Dirjen Pertambangan Umum pernah menuturkan hasil pengujian laboratorium atas sampel konsentrat yang dilakukan di dalam mau pun luar negeri menunjukan bahwa konsentrat yang dieksport PT Freeport mengandung (Suara Pembaruan 20 Februari 1999.
Dari berbagai mineral ikutan, salah satu yang pasti ekonomis diproduksi adalah belerang (S). Mineral ini dapat diolah menjadi H2SO4 (Asam Sulfat) yang bisa dijadikan bahan pupuk. Rata-rata produksi PT FI dari tahun 1993-1996 adalah 1.315.706ton/tahun. Jika kandungan belerang berkisar antara 27,95-31,52 persen maka setiap tahun perusahaan menghasilkan belerang sebesar 394.711,8 ton.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No:1166K/844/MPE/1992 tanggal 11 September 1992 maka royalti yang akan diterima pemerintah dari belerang U$ 2,1 per ton. Dengan demikian pemerintah akan memperoleh royalti tambahan sebesar U$ 828.894,78 pe rtahun. Harga belerang kala itu berkisar U$ 60 per ton. Ini berarti PT FI akan mendapat tambahan pengahsilan sebesar U$ 23.682.708 per tahun. Jika belerang dijadikan Asam Sulfat perusahaan akan mendapat pemasukan yang lebih besar lagi sebab harga asam sulfat per ton adalah U$ 65 per ton.
Undang-undang PMA Indonesia yang baru mulai berlaku 10 Juni 1967. Baru tiga bulan kemudian yaitu pada tanggal 7 April 1967, kontrak karya disetujui oleh Presiden Indoensia Soeharto ditandatangani oleh S Bratanata dari pihak Republik Indonesia dan Roberth C. Hills pada waktu itu Presiden Freeport dan Forbes Wilson dari pihak Freeport. Kontrak ini merupakan kontrak karya pertama yang ditandatangani berdasarkan undang-undang tersebut.
Dengan kontrak ini pihak PT Freeport segera memulai mengadakan pengeboran di daerah tambang bijih gunung timur (Ertsberg). Setiap tahun pemerintah Indonesia memperoleh keuntungan sebesar US $ 178 juta sampai US 154 juta pendapatan pajak dan US 33 juta pendapatan bukan pajak. Freeport juga menyumbang sekitar 97,4 persen produk domesteik bruto (PDRB) Kabupaten Mimika dan 70 persen PDRB Provinsi Papua. Tak bisa disangkal lagi bahwa Grasberg menyimpan emas porfyr, sebab menurut Dr Soetaryo Sigit mantan Dirjen Pertambangan Umum cadangan dan sumber daya tembaga terbesar di Indonesia jenis profir (phoryry) ditaksir seluruhnya berjumlah 32 juta ton.
Cadangan terbesar mengandung emas dan perak diperkirakan sekitar 2700 ton terdapat dalam endapan Grasberg.Terlepas dari potensi emas di kawasan Bumi Amungsa ijinkanlah saya mengutip surat No:187/Env/Gen/V/97 dari mantan Vice President Environmental Afgfairs Dr Bruce E Mars PE kepada penulis 2 Mei 1997 menanggapi pertanyaan tentang rencana PT Freeport setelah pasca tambang, perlu disampaikan saat ini Freeport sedang mempersiapkan sebuah rencana penutupan tambang (Mine Closure Plan) yang akan melihat dan membahas dampak dampak lingkungan dan dampak dampak social untuk memastikan bahwa setelah operasi tambang selesai tidak akan ada permasalahan lingkungan dan social yang ditinggalkan Freeport, termasuk permasalahan "Kota Hantu"(Ghost Town).
Pengalaman selama ini areal bekas tambang meninggalkan berbagai persoalan sebab kasus timah di Bangka dan Belitung kini tidak kenangan. Meski PT FI telah berjanji untuk melaksanakannya minimal perlu ada tranparansi dalam melakukan program agar jangan sampai mengulangi kesalahan masa lalu. Semoga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment