AJU, AITA & AMA....AMAKANIE...!!!

04 November 2008

Memacu Semangat Berkarya di PTFI

PT Freeport Indonesia (PTFI) terus berkomitmen mempekerjakan dan mengembangkan karyawan yang berkualitas. Antara lain memberikan beasiswa bahkan kuliah di luar negeri, pelatihan serta memberi kesempatan berkarir lebih tinggi.
Berikut beberapa karyawan yang bercerita berbagai pengalaman menuju kesuksesan dalam berkarir dan berkarya di PTFI.
Jan Jay Jacob Adii (Karyawan Grasberg Maintenance)
Kemauan yang Keras Genggam Kesuksesan yang Besar
Kerja keras Jan Jay Jacob Adii berbuah manis. Tidak cukup setahun untuk mencapai posisi Superintendent. Jurus apa yang dipakai Supt. Electrical Shovel – Mechanical Dept. Loading – Shovels PTFI ini ?
Ramah, Supel dan asyik diajak ngobrol. Itulah kesan pertama yang bisa ditangkap dari Jan Jay Jacob Adii, yang akrab dipanggil Jay. Pria yang telah bekerja selama lima tahun di PT Freeport Indonesia (PTFI) ini, baru saja dipromosi sebagai Superintendent Electrical Shovel – Mechanical PTFI pada bulan Juli 2008 lalu.
Menurut pria yang lahir di Tembagapura ini, menjadi salah satu karyawan di PTFI sangat membanggakan dan menyenangkan, "Saya sangat bersyukur mendapat kesempatan bekerja di perusahaan PTFI yang berskala kelas dunia dengan peralatan teknologi yang serba canggih sehingga saya mendapat pengalaman dan pengetahuan yang baru, di samping itu saya bisa bergaul dan bersosialisasi dengan banyak orang, baik dengan departemen maupun dengan karyawan perusahaan lain misalnya Trakindo, UT dan lain-lain,"ungkapnya sambil tersenyum.
Pribadi pria berdarah campuran Ekari-Jawa itu dianggap amat cair dan akrab terhadap semua orang terutama dengan anggota timnya. "Saya selalu membina hubungan kekeluargaan di dalam tim saya, sehingga tidak ada jurang pemisah yang dalam antara atasan maupun bawahan,"tutur Jay.
Menjadi karyawan PTFI tampaknya sudah direncanakan oleh suami Siera Melinda Rumambi ini sejak lepas menempuh pendidikan SD-SMP di YPJ Tembagapura. Terbukti begitu lulus dari SMUK Batu Malang Jawa Timur, Pria yang memiliki hobby bermain basket, nonton dan bermain musik ini langsung memutuskan untuk masuk kuliah di Institut Teknologi Nasional Malang mengambil jurusan Teknik Mesin. Pada Tahun 2003, Jay lulus dalam tes Graduate Development Program (GDP) selama 1 tahun untuk bekerja di PTFI. Dan langsung diangkat menjadi Foreman di Underground Mine (UG).
Pada awal Januari 2007, Jay yang merupakan salah satu putera daerah ini dipindahkan ke Grasberg Mine. Oktober 2007, Ia kembali di promosi menjadi General Foreman. Karena sifatnya yang loyal dan dianggap mampu mencapai dan menunjukkan semua target-target kerja perusahaan khususnya pada departemen tempat Ia bekerja, maka tidak cukup setahun pada Juli 2008, karirnya meningkat menjadi Superintendent.
"Dengan target yang diberikan oleh departemen, saya mencoba mempelajarinya dan menganalisa, kira-kira bagaimana caranya agar kita bisa bergerak lebih maju kedepan dari pada sebelumnya,"ujar pria yang pernah mendapat beasiswa dari PT Freeport ini.
Kendati memiliki aktivitas lain diluar pekerjaan yakni tergabung dalam suatu komunitas Anak Gunung Tembagapura (AGUTE), ia mengaku waktunya jauh lebih banyak dihabiskan di tempat kerja. Semua itu tentu tidak lepas dari tanggung jawab professional yang diembannya.
Putra kelahiran Tembagapura 6 Januari 1978 ini menjelaskan sedikit tentang pekerjaannya saat ini di Electrical Shovel, yaitu melakukan project Overhaul, Penggantian beberapa komponen major yang sudah hampir melewati batas pakai pada shovel (alat untuk mengangkut material ke dalam haul truck). "Seperti shovel yang ada di depan kita ini sedang dalam project Overhaul, ada beberapa komponen yang harus diganti,"ungkapnya sambil menunjukkan Shovel yang sedang dikerjakan oleh timnya, yang pekerjanya 80% berasal dari Apprentice.
Tugas utama pria yang telah memiliki satu anak ini yaitu sebagai Pemimpin project, mulai dari pengawasan, pengurusan material part yang dibutuhkan untuk sebuah project, man power serta pencapaian target-target suatu project agar sebuah shovel bisa beroperasi kembali.
Prinsipnya cukup sederhana, ia mengungkapkan "Saya tidak pernah menutup diri untuk memulai sesuatu yang baru, dan menurut saya kegagalan hanyalah merupakan kesuksesan yang tertunda dan kegagalan itu semakin memacu kita untuk memperbaiki segala sesuatunya agar bisa lebih maju".
Setelah berhasil menjadi karyawan yang sukses di PT Freeport Indonesia, apa pesan Jay untuk masyarakat Papua yang ingin mengikuti jejaknya? Ia menjelaskan sedikit bahwa kebiasaan masyarakat Papua dibentuk dengan kedisiplinan, kebersamaan, kerja keras sebagai nilai-nilai yang menjadi tolak ukur PTFI. "Sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana kita mensinkronisasikan antara kebudayaan masyarakat lokal dengan kebudayaan perusahaan PTFI. Marilah kita tunjukkan apa yang selama ini telah ditunjukkan oleh leluhur kita, mulai dari kebersamaan, sikap saling tolong menolong, kerja keras dan semuanya bisa kita terapkan di perusahaan ini".
Ayah Kezia Anajasie Elmar Adii ini juga sangat mendukung program PTFI dalam meningkatkan SDM masyarakat lokal melalui pemberian pendidikan di Nemangkawi Mining Institute (NMI). "Ini merupakan komitmen PTFI terhadap pengembangan masyarakat Papua. Masyarakat diberi kesempatan yang sama menunjukkan kemampuan untuk maju dan bersaing dengan karyawan yang berasal dari luar Papua"
Heribert Emeyauta (Karyawan HR-IR)If You Fail to Plan, You Plan to Fail
Mengenyam pendidikan di luar Indonesia menjadi impian banyak orang. Ada yang bisa mewujudkannya, tetapi tak banyak pula yang harus mengubur mimpi itu, karena banyaknya keterbatasan.
Namun berbeda dengan cerita putera Papua dari Kamoro Heribert Emeyauta salah satu karyawan PTFI. Pada mulanya, ia hanya memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar dan ingin melanjutkan pendidikannya (S2). Ia ingin menambah pengetahuannya terutama ilmu yang berhubungan dengan pekerjaan yang digelutinya pada waktu itu. Ia merasa bahwa Ia belum terlalu menguasai pekerjaannya.
Keinginannya didukung penuh oleh pimpinannya. Bahkan didorongnya untuk sekolah ke luar negeri dan membantu memberikan petunjuk untuk mendapatkan beasiswa yang diberikan PTFI.
Ia harus mengikuti beberapa tahap seleksi, Ia juga terhambat dengan masalah dana. Pada awalnya dana yang disediakan PTFI tidak mencukupi untuk membiayai pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Australia yang ditunjuknya. Melihat niat Heri yang besar untuk bersekolah, akhirnya perusahaan menyetujuinya untuk melanjutkan pendidikannya di New Castle Australia.
"Kemauan adalah kekuatan kita, kalau kita malas dan tidak berusaha berarti yang kita kejar itu tidak bisa kita capai," ungkap pria yang menguasai bahasa Prancis ini.
Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita harus selalu menentukan tujuan. "If you fail to plan, you plan to fail. Orang yang tidak berencana, sama dengan merencanakan kegagalannya", tegas penyuka travelling ini yang sempat berprofesi sebagai tour guide untuk wisatawan asing dari Prancis selama enam tahun.
Heri juga menyampaikan pesan untuk pemuda saat ini bahwa sekolah itu sangat penting. Tentukan cita-cita dan tekuni. "Kalau mau jadi guru, jadilah guru yang baik. Cari yang sederhana yang bisa kita lakukan, buat itu dengan semangat karena semangat itu kekuatan kita", jelas anak pertama dari lima bersaudara ini sambil memberi contoh.
Dalam hidup, Heri tidak pernah merasa patah semangat dan merasa kalah dalam menghadapi kegagalan dan terus optimis terhadap semua keinginannya.
Heri pernah di posisi yang sulit, dimana Ia tidak memiliki pekerjaan sama sekali sementara Ia harus menghidupi isteri dan anaknya. Tetapi Ia tetap optimis dan penuh semangat. Apa yang terjadi dengannya pada waktu itu adalah keputusan dengan resiko yang harus dia tanggung. Ia memilih berkarier di Tanah Papua dan melepaskan pekerjaannya di Makassar yang telah memberikannya posisi yang bagus dan kehidupan yang lebih baik.
Namun, dengan usahanya yang keras dan niat yang besar, pada tahun 2000, Ia bergabung di PTFI sebagai karyawan non staff senior clerk di departemen Industrial Relations.
Walaupun saat ini Ia telah menduduki posisi yang baik di PTFI sebagai Superintendent HR Services-Supp & Adm Groups, Industrial Relations Department, tetapi Ia bukan tipe orang yang mengejar Jabatan yang tinggi. "Saya tidak mau dibatasi dengan jabatan, saya percaya jabatan, karier dan uang itu menempel di kualitas. Jadi yang saya kejar adalah kualitas, saya berbuat terbaik dengan berkualitas".
Menurutnya, membayangkan sesuatu yang muluk-muluk hingga meramalkan masa depan dengan menggunakan ilmu kebatinan merupakan hal yang harus dirubah. Yang diperlukan hanyalah berusaha dengan menggunakan pikiran yang logis dan realistis. "kalau tertarik sama sesuatu, bangun itu untuk orang banyak. Hanya waktu yang menentukan, kalau tidak sekarang, nanti tapi pasti. Kalau tidak dilihat disini, kita akan lihat di tempat lain", terang pria yang ketika diwawancarai menggunakan kemeja berwarna krem.
Setelah menyelesaikan pendidikan S2 di Australia, pada 12 Mei 2008, Ia kembali bergabung di PTFI untuk mengabdi ke perusahaan yang telah menyekolahkannya.
Ketika ditanya mengenai perasaannya menjadi karyawan PTFI, jebolan salah satu SMU di Jayapura ini menjelaskan, "Kita hanya sepenting yang kita kerjakan, apakah kita menjadikan yang kita kerjakan sekarang ini adalah sesuatu yang penting dan menyelamatkan? Dan kebersamaan saya dengan pekerjaan saya di Freeport adalah hal yang besar. Kondisi inilah yang sedang saya perhatikan dalam membangun kualitas pribadi di Freeport, secara khusus dan masyarakat Papua secara umum
Pius Ndipak (Karyawan Departemen PHMC)
Bekerja di Freeport Merubah Paradigma Hidup
Kebanyakan orang ingin perubahan dalam hidupnya. Untuk itu diperlukan kerja keras, sabar dan keuletan, sebagaimana dilakoni Pius Ndipak yang telah bekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia selama 15 tahun.
Putra asli Papua kelahiran Kabupaten Jayawijaya (Wamena) ini patut diteladani generasi muda khususnya dalam hal kemampuannya berhenti mengkonsumsi minuman keras (Miras).
Pius Ndipak saat ini bekerja sebagai Public Health Officer pada Department Public Health and Malaria Control (PHMC) PTFI. Salah satu tugasnya adalah mengarahkan orang merubah kebiasaan negatif menjadi positif.
Berbekal kepiawaiannya menggabungkan pengalaman pribadi dan harapan masa depan, dia mampu merangkul pemikiran-pemikiran warga yang tidak peduli masa depan dan kesehatan.
Tahun 1993, Pius diajak seorang rekannya yang bekerja sebagai penebang kayu di Kabupaten Sorong untuk hijrah ke Mimika yang masih tergabung dalam Kabupaten Fakfak. Sebelum ke Timika, nama besar PTFI memang sering didengarnya. Tapi bayangan bekerja di perusahaan raksasa itu, sedikitpun tidak terlintas dalam benaknya.
Baginya untuk bekerja di perusahaan kelas dunia dibutuhkan keahlian yang handal. Tapi pandangan itu kini berubah, menurutnya keahlian itu bisa dimiliki asal mau belajar dengan tekun, salah satunya membaca.
Berbekal ijazah SMPTA sewaktu sekolah di Fakfak dan keterampilan seadanya, selama dua tahun pertama Pius diperbantukan pada Yayasan Imanuel tanpa digaji. Walaupun tak dibayar, Pius semangat bekerja mengumpulkan informasi tentang ilmu pengetahuan yang tak diketahuinya.
Berkat kesabaran dan keuletannya, tahun 1995, ia ditawari bekerja pada Dept. PHMC PTFI. Selama lima tahun suami Alfrida asal Sulawesi Selatan ini bekerja di perusahaan kontraktor, PT. Buma Intinaker.
Hambatan dan tantangan silih berganti menghampirinya.

No comments: