WAMENA – Dua belas denominasi gereja yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-Gereja Jayawijaya (PGGJ) menolak dengan keras peredaran minuman keras (miras) di wilayah pegunungan tengah khususnya di Kabupaten Jayawijaya.
“ Selain menimbulkan masalah bagi pengguna, akibat lain yang ditimbulkan dari miras itu adalah banyaknya generasi muda Jayawijaya yang meninggal akibat mengkonsumi Miras tersebu,” ungkap Ketua PGGJ Jayawijaya Pdt. Dorman Wandikmbo kepada Cenderawasih Pos seusai mengikuti seminar membangun paradigma inklusif gereja-gereja Jayawijaya di Wamena, kemarin.
“ Kami mendesak kepada legislatif untuk segera meninjau kembali peraturan daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2004 tentang larangan memasok, menjual dan mengedarkan minuman keras di Kabupaten Jayawijaya, karena pihak gereja menilai Miras itu lebih banyak rugi dari pada untungnya,” ujar Dorman.
Alasan lain, menurut PGGJ, adanya Miras di Kabupaten Jayawijayasebagai sumber atau pemicu banyaknya masalah, bahkan disinyalir miras menjadi pintu masuknya penyakit HIV/AIDS. “ Kami tidak ingin generasi muda Jayawijaya punah hanya gara-gara miras,” ujar Dorman.
Oleh karenanya seluruh pimpinan 12 denominasi gereja dan pimpinan agama Islam serta Hindu yang ada di Kabupaten Jayawijaya sepakat untuk menolak peredaran Miras itu. “ Jayawijaya harus bebas dari Miras agar masyarakat dapat membangun daerahnya sendiri seiring dengan perkembangan zaman saat ini, apalagi sebentar lagi umat Kristiani akan merayakan hari Natal,” ujarnya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya minta kepada para pengusaha Bar, Diskotik dan Panti pijat serta usaha warung remang-remang untuk segera menutup usahanya.” Kalau mereka membandel, seluruh pimpinan gereja, pimpinan umat Islam dan Hindu akan mendatangi tempat-tempat maksiat tersebut dan akan menutupnya,” ujarnya.
Hal yang tidak kalah pentingnya lanjut Dorman, pihak gereja juga melarang keras publikasi yang dilakukan oleh beberapa dunia usaha melalui salah satu media elektronik yang ada di Wamena berupa tawaran yang menggiurkan untuk menangani berbagai penyakit termasuk memperbesar alat kelamin.” Buntut dari publikasi itu sudah ada seorang warga yang meninggal, karena mengalami pembengkakan di alat kelaminnya, oleh karenanya publikasi itu harus dihentikan,” tegas Dorman yang enggan menyebutkan warga yang meninggal.
Ketua panitia Pdt. Sianturi menambahkan kegiatan seminar yang diikuti 90 peserta tiu terselenggara berkat kerja sama antara kantor departemen agama, WVI dan PGGJ. (jk)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment