JAKARTA-Sektor finansial tanah air masih diselimuti kabut tebal. Baik bursa saham maupun nilai tukar rupiah masih didera pelemahan. Nilai tukar rupiah dalam perdagangan terus lunglai, hingga akhirnya melemah 400 poin dibanding penutupan perdagangan sehari sebelumnya menuju level Rp 11.500 per dolar AS (USD). Sementara di bursa saham, aksi jual saham-saham blue chip membawa indeks harga saham gabungan (IHSG) tergelincir tipis 9,9 poin (0,74 persen) membentuk level 1.326,62.
Bank Indonesia (BI) mulai berupaya mencegah transaksi valuta asing untuk kegiatan spekulatif. Mulai hari ini, seluruh pihak selain bank, harus memiliki underlying transaksi untuk perdagangan valas di atas USD 100 ribu per bulan. Untuk nasabah individu, juga diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk transaksi dalam jumlah itu.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank. Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom mengatakan peraturan tersebut tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang dianut Indonesia. "Perlu ditegaskan bahwa ketentuan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa atau kontrol kapital yang membatasi arus modal lintas negara", kata Miranda di Gedung BI, Jakarta, kemarin (12/11).
Miranda mengatakan ketentuan terbaru ini hanya sebatas mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan memenuhi persyaratan tertentu. Sehingga kebebasan pelaku ekonomi atas penggunaan devisa yang telah dimiliki tidak dibatasi.
Pelaku ekonomi selain bank, yaitu nasabah individu, badan hukum Indonesia dan pihak asing, dapat dengan bebas melakukan pembelian valuta asing, baik melalui transaksi spot, forward, maupun transaksi derivatif. Keharusan pencantuman tujuan penggunaan valas (underying transaksi) untuk perdagangan di atas USD 100 ribu, dimaksudkan untuk mengurangi aksi spekulasi.
Selain itu, juga untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah. "Sehingga transaksi valuta asing yang dilakukan oleh nasabah bank, baik individu dan badan hukum Indonesia maupun pihak asing, memiliki tujuan penggunaan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta bermanfaat bagi sektor riil," kata Miranda.
Guru besar Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa pelemahan rupiah saat ini bukan karena ada aksi spekulasi. "Ini bukan karena spekulasi, tapi karena kurangnya pasokan USD. Ada capital outflow di Indonesia," ujar perempuan yang selalu mewarnai rambutnya itu.
Hal senada diungkapkan Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan. Menurut dia, saat ini ada pelarian dana asing sehingga menyebabkan pasokan USD berkurang. "Masalahnya, dana dari asing yang biasanya masuk di pasar saham juga berhenti, sehingga likuiditas USD makin ketat," ujarnya.
Dia menilai, semua transaksi atau aksi beli USD yang dilakukan pelaku pasar saat ini bukan untuk spekulasi. "Orang beli USD saat ini itu ada alasannya, ada yang bayar utang, untuk impor, dan sebagainya. Saat ini rupiah belum pada tahap yang benar-benar sangat lemah sehingga berpotensi untuk dijadikan spekulasi," jelasnya. Andaikan ada investor ritel yang membeli USD di kisaran USD 5 ribu - 10 ribu untuk spekulasi, dia menilai jumlahnya tidak signfikan. "Masalah utama ada pada pasokan sehingga nilai tukar rupiahnya terus menurun. Ada pembelian USD terus-menerus, sementara stoknya tidak ada karena sudah dibawa keluar dipakai di negara masing-masing," ujarnya.
Fauzi mengatakan, solusi utama untuk memperkuat rupiah adalah dengan menambah pasokan USD. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah mengembalikan uang WNI yang diparkir di luar negeri. "Caranya banyak, salah satu yang utama adalah tax amnesty," ujarnya. Kadin sudah mengusulkan hal tersebut kepada otoritas agar likuiditas di dalam negeri lebih longgar.
Terpisah, Kepala Ekonom BNI Tony Prasentiantono mengatakan, ada indikasi pelarian dana nasabah kakap di tanah air ke bank-bank di luar negeri dengan alasan keamanan atas penjaminan dana simpanannya. Bagaimana pun, kata dia, emerging market masih dinilai rentan oleh nasabah-nasabah kakap. "Sejak awal saya merasa pemerintah terlambat melakukan blanket guarantee. Yang bisa membuat rupiah menguat adalah blanket guarantee," ujarnya. Diharapkan juga, jika Fed rate akan turun lagi menjadi 0,5 persen akan ada hot money yang masuk ke tanah air.
Likuiditas Perbankan
Di sisi lain, pertumbuhan kredit tahun depan bakal melambat menjadi hanya 22-24 persen. Namun rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) masih cukup tinggi, yakni di atas 80 persen. Ini karena pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 18-20 persen. Sehingga keketatan likuiditas masih bakal menghinggapi perbankan pada 2009.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D. Hadad mengatakan likuiditas masih akan menjadi masalah utama tahun depan. "Likuiditas tahun 2009 tetap menjadi perhatian. Pertumbuhan kredit 22-24 persen tidak terlalu buruk, itu normal," kata Muliaman.
Muliaman mengatakan, BI akan terus memastikan akses bank kepada likuiditas tetap normal. Kelancaran pasar uang antarbank akan menjadi perhatian, agar bank-bank tidak melakukan perang suku bunga untuk memperebutkan dana pihak ketiga. (sof/eri)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment